C-130J Royal Air Force (photo : RAF)
United Kingdom beberapa bulan lalu secara resmi telah mengirimkan penawaran armada C-130J bekas pakai Royal Air Force (RAF) kepada pemerintah Indonesia, hal ini telah menjadi perbincangan di kalangan pemerhati pertahanan dan militer hingga kemudian channel pertahanan Sobat Militer memuatnya pada 13 Agustus 2023 yang lalu.
United Kingdom merupakan international launch customer bagi pesawat ini dengan pesanan 10 C-130J dan 15 C-130J-30 yang telah diterima dalam kurun waktu 1999-2001. Pada tahun 2013 pesawat A400M memperoleh type certificate dari EASA disusul tahun 2014 Royal Air Force mulai menerima pesawat angkut A400M, setahun kemudian diperoleh IOC. Pada akhirnya UK berniat mempensiunkan seluruh pesawat C-130J pada akhir Juni 2023 untuk kemudian beralih ke pesawat A400M yang lebih besar, karena UK merupakan anggota konsorsium A400M yang juga diikuti Prancis, Spanyol, dan Jerman.
Pengurangan armada telah dilakukan sebelumnya ketika Banglades membeli 5 unit pesawat C-130J Super Hercules ini pada tahun 2018 dan pekerjaan modifikasi dan pengiriman dilakukan oleh Marshall Aerospace hingga tahun 2023.
Pada saat ini dari 25 unit pesawat Super Hercules ini tersisa 14 pesawat (1 C-130J, dan 13 C-130J-30). C-130J-30 adalah varian dengan badan pesawat yang diperpanjang 15 kaki (4,6 m) sama seperti 5 unit yang telah dipesan Indonesia dari Lockheed Martin, dan sama juga dengan yang telah dimiliki oleh Angkatan Udara Australia (RAAF).
Pada bulan Desember 2022 Yunani menyatakan ketertarikannya untuk membeli 6 pesawat C-130J dari UK ini, namun demikian hingga saat ini belum ada kontrak jual beli yang ditanda-tangani kedua negara ini. Apabila ketertarikan Yunani ini berujung pada jual beli maka masih ada 8 pesawat C-130J yang tersisa.
Secara resmi 1 skadron angkut TNI AU terdiri dari 8-16 pesawat, jumlah ini berlaku untuk semua tipe pesawat angkut ; ringan (NC-212), sedang (CN-235), dan berat (C-130). Saat ini TNI AU mempunyai 3 skadron angkut berat masing-masing adalah Skadron Udara 31 (Halim Perdana Kusuma, Jakarta), Skadron Udara 32 (Abdul Rahman Saleh, Malang) dan Skadron Udara 33 (Hasanuddin, Makassar). Sejak pemerintahan era Susilo Bambang Yudhoyono ditargetkan bahwa TNI AU harus mempunyai 30 pesawat Hercules dalam kondisi ready force.
Sejak awal keberadaannya, ada 3 tipe pesawat Hercules yang dioperasikan TNI AU yaitu C-130B, C-130H, dan L-100 (varian sipil dari C-130). Adapun tipe C-130B adalah tipe tertua yang dimiliki dan jumlah pengadaannya waktu itu mencapai 10 unit ; 8 tipe cargo dan 2 tipe tanker. Tipe C-130B inilah yang mendapatkan prioritas untuk segera diganti.
Modernisasi armada pesawat angkut telah dilakukan sejak 1 dekade lalu yang ditandai dengan pengadaan oleh Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro berupa 9 pesawat C-130H berikut simulatornya bekas pakai Angkatan Udara Australia/RAAF (4 hibah pada 2012, dan 5 beli bekas pada 2013) dan pesawat paling akhir telah diterima pada Februari 2020. Kegiatan ini disusul dengan pengadaan 5 pesawat C-130J berupa pembelian baru oleh Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pada akhir tahun 2019 dan telah mulai berdatangan sejak Mei 2023. Pada akhirnya Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pada November 2021 menanda-tangani pembelian 2 unit pesawat baru A400M dengan opsi beli 4 unit lagi. Jika opsi tersebut diambil, maka program modernisai armada angkut akan menghasilkan 20 pesawat angkut TNI AU yang lebih modern.
Jumlah pesawat angkut berat akan menjadi 14 C-130H/C-130J dan 6 A-400M, dengan demikian masih ada jumlah tersisa untuk membentuk 3 skadron pesawat angkut berat yang merupakan kombinasi C-130J dan A400M, meskipun kita belum tahu apakah A-400M ini akan jadi skadron sendiri atau akan jadi skadron komposit.
Kita masih menunggu jawaban dari Kementerian Pertahanan atas tawaran pesawat C-130J bekas pakai RAF dari United Kingdom ini. Perlu diingat bahwa kabinet akan berakhir pada tahun 2024 yang didahului dengan Pemilihan Umum pada Februrai 2024. Terlalu pendek waktunya bagi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk mengusulkan ke dalam Blue Book bersama Kepala Bappenas dan mendapatkan alokasi sumber pembiayaan sehingga tercantum dalam Green Book dan mendapatkan Penetapan Sumber Pembiayaan oleh Menteri Keuangan. Kita akan lihat ke depan.
(Defense Studies)