Super Hercules dan Modernisasi Alutsista TNI AU Besar-besaran (2)

22 April 2023

Pesawat tempur Dassault Rafale (photo : Ambafrance)

Kontrak Rafale

Menhan Prabowo sepertinya menaruh perhatian besar terhadap modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) TNI AU. Pembelian 42 unit jet Dassault Rafale yang sudah teken kontrak, dengan termin pertama enam unit dan sisanya 36 unit menjadi pembuktian utama komitmen untuk memperkuat TNI AU. Nilai kontrak enam unit Rafale yang harus dibayarkan Kemenhan sekitar 1,3 miliar dolar AS atau sekitar Rp 19,31 triliun.

Setelah kedua negara sempat melakukan nota kesepahaman (MoU) di kantor Kemenhan, Jakarta Pusat pada 12 Februari 2023, kini kontrak tersebut sudah benar-benar efektif. Sehingga pabrikan Dassault bisa mulai merakit enam unit jet berjuluk Squall tersebut untuk dikirimkan pada termin pertama. "Sudah pembayaran uang muka," kata Kepala Badan Sarana Pertahanan (Kabaranahan) Kemenhan, Marsda Yusuf Jauhari kepada Republika.co.id di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Kementerian Angkatan Bersenjata Prancis melaporkan, kontrak Kemenhan RI dan Dassault Aviation mencakup penjualan 42 Rafale F3R yang terdiri 30 kursi tunggal dan 12 kursi dobel termasuk persenjataan, berjumlah total 8,1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 121 triliun. Pengiriman pertama Rafale ke Indonesia dijadwalkan tiga tahun setelah berlakunya kontrak. Dengan begitu, Rafale akan memperkuat TNI AU pada medio 2026.

Kehadiran Rafale yang termasuk pesawat tempur generasi 4,5 akan menggantikan kekosongan pesawat F5 Tiger II yang sudah di-grounded sejak 2015. Selama tujuh tahun terakhir, sebenarnya, TNI AU melalui Kemenhan sudah mencoba opsi untuk membeli Sukhoi Su-35 dari Rusia. Namun, proses pembelian tidak berjalan mulus akibat bayang-bayang embargo AS melalui Undang-Undang Penentang Lawan Amerika Melalui Sanksi (CAATSA) dan mekanisme pembayaran melalui penukaran komoditas.

Setelah berlarut-larut, akhirnya diputuskan TNI AU membeli Rafale yang berasal dari negara anggota NATO dan sekaligus perimbangan kekuatan Blok Barat dan Timur. Hal itu lantaran TNI AU masih mengoperasikan Sukhoi Su-27 dan SU-30. Dengan kepastian pembelian Rafale maka Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang bakal diperkuat multirole combat aircraft tersebut.

Pesawat tempur Boeing F-15 EX Eagle II (image : Boeing)

KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo pun bergerak cepat dengan mengirimkan penerbang dan teknisi untuk belajar langsung di Dassault Aviaton, Prancis. "Sudah kami kirim enam penerbang dan delapan orang teknisi ke Prancis untuk menjalani latihan," kata Fadjar.

Menurut CEO Dassault Aviation, Eric Trappier, industri Indonesia akan mendapatkan keuntungan ketika memutuskan membeli pesawat Rafale. Tidak hanya di sektor penerbangan, sambung dia, keuntungan lain didapatkan dari bidang kerja sama yang berkaitan dengan portofolio luas teknologi ganda yang dikuasai oleh Dassault Aviation dan mitra industrinya, Safran Aircraft Engines dan Thales.

"Merupakan kehormatan besar bagi Dassault Aviation untuk melihat Rafale bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara yang sangat bergengsi, dan saya ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak berwenang Indonesia atas kepercayaan yang telah mereka berikan kepada kami," ucap Trappier

Harus diakui, kehadiran Rafale bisa menimbulkan detterence effect bagi kekuatan pertahanan Indonesia di kawasan. Menurut Menhan Prabowo, Indonesia sebagai negara besar harus memiliki pertahanan udara yang kuat. Karena itu, pihaknya terus berupaya mendatangkan alutsista terbaru untuk memperkuat kekuatan TNI AU.

Dia juga menekankan, anggaran pertahanan itu sebuah investasi bagi negara, bukan menjadi beban. "Penambahan pesawat tempur itu suatu keharusan. Kita akan tambah Rafale dari Prancis dan sedang dalam negosiasi untuk pesawat lainnya," ucap Prabowo.

Pesawat tanker A330 MRTT (image : Military Media)

Beli beragam alutsista

Untuk jangka panjang, Prabowo juga sudah merencanakan pembelian berbagai alutsista kelas berat untuk TNI AU. Dokumen yang sudah beredar itu pernah dipaparkannya saat Rapat Pimpinan (Rapim) TNI 2021. Di antaranya, TNI AU akan diperkuat 15 unit F-15EX, 15 unit Hercules C-130J, dua unit multi role tanker transport (MRTT) tanker, pengadaan 30 radar ground-controlled interception (GCI), dan tiga anunmanned aerial vehicle (UAV) system.

Hal itu juga dibarengi dengan memodernisasi refurbished semua pesawat tempur eksisting milik TNI AU. "Tanpa pertahanan yang kuat, kekayaan kita akan diambil terus. Itu pelajaran yang saya dapat hari ini," ujar Prabowo usai menerima Wing Kehormatan Penerbang Kelas I TNI AU di Lanud Halim Perdanakusuma pada 8 Maret 2023.

Selain pesawat angkut dan tempur, TNI AU juga sudah meneken kontrak pembelian drone dan sistem pertahanan udara. Adalah Kabaranahan Kemenhan, Marsda Yusuf Jauhari yang menandatangani perjanjian pembelian alutsista dari Turki tersebut. Kemenhan memilih membeli pesawat tempur tanpa awak atau unmanned combat aerial vehicles (UCAVs) jenis Anka Block B produksi Turkish Aerospace Industries (TAI).

Selain itu, Kemenhan juga dipastikan membeli sistem pertahanan udara HISAR dan rudal Khan buatan Aselsan dan Roketsan, Turki. HISAR yang berarti benteng nanti dimakana Trisula ketika sudah beroperasi di Indonesia. Momen pembelian berbagai alutsista itu diresmikan melalui penandatangan di sela Indo Defence 2022 lalu.

Semua pembelian itu memang tidak bisa langsung datang pada tahun ini atau 2024, melainkan membutuhkan waktu bertahap. Meski begitu, langkah konkret tersebut tetap layak diapresiasi sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam memodernisasi alutsista TNI AU.

Marsda Yusuf memang memegang peranan penting dalam modernisasi alutsista pada era Menhan Prabowo. Semua kerja sama dan pembelian kontrak, baik Dassault Rafale, Airbus A400M Atlas, maupun HISAR, rudal Khan, dan drone berstatus resmi jika sudah ada tanda tangannya mewakili Kemenhan. TNI AU sepertinya beruntung karena salah satu kadernya memegang jabatan penting di Kemenhan. Sehingga semua pengadaan untuk memperkuat TNI AU bisa berjalan lancar.

UCAV Anka (photo : Army Recognition)

Marsda Yusuf Jauhari menerangkan, pertimbangan Kemenhan membeli UCAVs dari pabrikan Turki demi mendukung perkembangan industri pertahanan dalam negeri. Hal itu karena dua pabrikan drone tersebut berkenan untuk bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia (PT DI).

Sehingga dengan alih teknologi maka ke depannya, drone Anka maupun Bayraktar TB2 yang dibeli untuk memperkuat militer bisa diproduksi di dalam negeri. "Ini dari sudut industri pertahanan nasional sangat menguntungkan, karena PT DI nanti bekerja sama dengan Baykar dan TAI dari Turki," kata Yusuf kepada Republika.co.id.

Bersiap perang modern

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Andi Widjajanto sangat mendukung langkah modernisasi persenjataan dan armada yang dilakukan TNI AU. Pakar militer tersebut menilai, perang masa depan akan sangat ditentukan bidang teknologi. Dia pun sudah melihat perang modern mengkombinasikan antara elektronik, siber, dan ruang angkasa, plus didukung kemunculan senjata otonom.

Andi menilai, perang udara generasi kelima memiliki empat pilar utama, yakni jaringan, combat cloud, pertempuran lintas medan, dan fusi. Karena itu, perang tidak lagi semata hanya mengandalkan pesawat tempur semata, melainkan harus didukung jaringan teknologi informasi, deteksi, kepastian serangan jaringan, dan sistem komando.

Tidak ketinggalan, combat cloud menjadi penentu dalam keterhubungan jaringan dan data antarplatform untuk memenangkan pertempuran udara. Karena itu, TNI AU harus bisa beradaptasi dalam menyesuaikan doktrin perang modern yang akan terjadi pada masa akan datang.

"Yang harus Indonesia lakukan, terutama dari ramalan perkembangan teknologi, adalah harus bersiap-siap untuk mengantisipasi teknologi yang akan melompat, yang bahkan nanti akan mengarah kepada evolution military defense," ujar Andi saat memaparkan materi 'Adopsi Perang Udara G5' dalam seminar daring di Jakarta pada 23 November 2022.

Subscribe to receive free email updates: