Latihan pendaratan amfibi Indonesia-Australia bertajuk Ausindo Amphibious Assault Exercise (photos : Antara, Liputan6)
Lingga (ANTARA) - Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa menginginkan konsep latihan bersama serbuan amfibi bersandi "Ausindo Amphibious Assault Exercise" antara prajurit TNI Angkatan Laut dengan tentara Australia, Royal Australian Army, bisa lebih menantang setiap tahunnya.
"Kami ingin latihan itu setiap tahun semakin sulit, tahun ini lebih sulit dari tahun lalu, tahun depan harus lebih sulit lagi. Tadi sudah mulai kami bicarakan, apa nih konsep untuk tahun depan," ujar Andika usai menutup latihan bersama di Pantai Todak, Dabo Singkep, Lingga, Kepulauan Riau, Minggu.
Latihan yang melibatkan lebih kurang 1.000 prajurit TNI AL dan Tentara Australia itu juga mengerahkan beberapa alat utama sistem senjata (alutista) kedua negara.
TNI AL mengerahkan KRI Banjarmasin-592 yang didukung sekitar 500 prajurit, termasuk Korps Marinir TNI AL, Kopaska, Taifib, helikopter, tim kesehatan, serta dukungan udara F16 milik TNI Angkatan Udara.
Sedangkan Australia mengerahkan Kapal Perang HMAS Adeleide, helikopter, LLC (Lite Landing Craft), zodiac, truk logistik serta tim kesehatan dan jumlah personel yang hampir sama banyak dengan TNI AL.
Andika menjelaskan latihan ini intinya adalah melakukan pendaratan dan serbuan dari kapal yang berada di perairan menuju daratan.
"Dari Australia melibatkan kapal LHD (landing helicopter dock) berukuran cukup besar, lebih dari 200 meter, namanya HMAS Adelaide. Sedangkan TNI AL menggunakan KRI Banjarmasin,” jelas Jenderal Andika.
Untuk teknis latihan, Panglima TNI mengatakan kedua kapal tersebut awalnya sudah bertemu di perairan Lingga sejak dua hari lalu (18 dan 19 November 2022), kemudian dilakukan pertukaran taktik tempur antara staf dari masing-masing kapal untuk mempelajari apa saja yang akan diluncurkan dari dua kapal ini.
Selanjutnya pada Minggu dini hari sekitar pukul 00.00 WIB, kapal mulai mendekat ke sasaran dan pukul 01.00 WIB beberapa pasukan diturunkan untuk menuju ke sasaran menggunakan kendaraan lapis baja, perahu karet bermesin besar dan bermesin kecil sampai yang tidak bermesin.
Setelah sasaran dikuasai oleh pasukan pertama, pasukan kedua kembali diturunkan untuk memberikan bantuan pada pagi harinya. Kemudian disusul bantuan dari pesawat tempur F16 milik TNI Angkatan Udara.
Tidak hanya sampai di situ, taktik serangan juga menggunakan taktik mobile udara, yaitu suatu bentuk operasi dengan pasukan tempur berpindah taktis melalui udara dengan dimuat oleh pesawat terbang atau helikopter, kemudian menuju ke sasaran di bawah kendali komando tugas untuk dilibatkan dalam pertempuran darat.
"Yang dibawa oleh helikopter tadi, diturunkan ke dekat sasaran sampai akhirnya dikuasai. Itulah secara umum latihannya," tambah Andika.
Pada kesempatan sama, Kepala Operasi Gabungan Mabes Komando Operasi Gabungan Letnan Jenderal Greg Bilton mengatakan bahwa bekerja sama dengan TNI adalah suatu kehormatan.
"Kedua pasukan sudah melakukan amfibi, yaitu latihan gabungan, itu sangat bermanfaat untuk kedua belah pasukan kita. Sebenarnya kegiatan ini sangat bermanfaat, baik dari level tamtama maupun perwira, baik dari perencanaan maupun pelaksanaan. Ini luar bisa karena salah satu kegiatan yang telah disepakati dan disetujui Panglima TNI dan Panglima Bersenjata Australia," katanya.
Latihan serbuan amfibi yang digelar TNI AL dan AL Australia itu merupakan bagian dari gelaran Indo-Pacific Endeavour (IPE) dan merupakan program latihan secara rutin setiap tahun yang diselenggarakan oleh Royal Australian Navy bersama Angkatan Laut negara mitra di kawasan Indo-Pasifik sejak tahun 2017, salah satunya TNI AL.