Pesawat tempur F-15EX (photo : USAF)
Negosiasi pembelian jet tempur F-15 buatan Amerika Serikat telah mencapai tahap lanjut, kata Menteri Pertahanan Prabowo Subianto setelah pertemuan dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, Senin (21/11) di Jakarta.
Pada bulan Februari, Departemen Luar Negeri AS menyetujui potensi penjualan pesawat F-15ID dan peralatannya kepada Indonesia dengan harga mencapai $13,9 miliar, kata Pentagon.
“Negosiasi F-15 terus berlangsung dan kami berada di tahap lanjut,” kata Prabowo dalam konferensi pers bersama Austin.
“Saya pikir sekarang akan tergantung pada pemerintah untuk akhirnya memutuskan,” tambahnya.
Austin, pada konferensi pers bersama Prabowo, mengatakan AS akan mendukung upaya Indonesia untuk terus memodernisasi kekuatan militernya dengan menyertakan pesawat tempur F-15.
“Seperti Anda ketahui, Anda sudah memiliki sejumlah pesawat F-16 yang bagus. Kedua platform itu saling melengkapi,” kata Austin.
Angkatan Udara RI memiliki 33 pesawat temput F-16.
“AS bangga bermitra dengan Indonesia dimana kita bisa bekerja sama untuk mengembangkan visi kita terkait Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka."
Agen Kerja Sama Pertahanan Keamanan (DCSA) Pentagon sebelumnya menyatakan bahwa Indonesia telah mengajukan pembelian 36 F-15.
Pertemuan antara Menteri Pertahanan Indonesia dan AS di Jakarta terjadi setelah Prabowo mengunjungi China dan mengadakan pembicaraan dengan Menteri Pertahanan China Wei Fenghe pada hari Jumat untuk menyampaikan penghargaan atas dukungan Beijing selama pandemi COVID-19 dan penyediaan teknologi keamanan baru bagi Indonesia, demikian menurut statemen yang dikeluarkan Kementerian Pertahanan RI.
Setelah pertemuannya dengan Austin, Prabowo memuji hubungan persahabatan Indonesia dengan China dan Amerika Serikat.
“Saya ingin menekankan bahwa Indonesia selalu mengambil posisi untuk menjaga hubungan terbaik dengan semua bangsa, terutama semua kekuatan besar,” kata Prabowo, “saya telah berkali-kali menyatakan secara terbuka bahwa kami menganggap China sebagai negara yang bersahabat.”
Setiap kesalahpahaman, perbedaan pandangan pendapat dan masalah teritorial akan diselesaikan dengan “dialog, sikap bersahabat dan dengan hubungan persahabatan,” katanya.
Namun tentu saja, “Indonesia akan mempertahankan kedaulatannya, dan kemerdekaannya.”
Meskipun bukan penggugat teritorial di Laut China Selatan, zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia tumpang tindih dengan klaim Beijing. Kapal penangkap ikan dan kapal penjaga pantai China telah beberapa kali melanggar batas ZEE Indonesia, memicu ketegangan diplomatik antara kedua negara.
China telah menuntut agar Indonesia menghentikan pengeboran minyak dan gas, seperti tertulis dalam nota diplomatik Beijing tahun lalu. Pengiriman nota semacam yang belum pernah terjadi sebelumnya itu menuduh Indonesia melakukan pengeboran di perairan Laut China Selatan yang diklaim China, kata seorang anggota DPR pada Desember 2021.
Pada bulan yang sama, Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal Udara Fadjar Prasetyo, mengumumkan bahwa Jakarta telah membatalkan kesepakatan untuk membeli jet Sukhoi Su-35 Rusia, dan sebagai gantinya melirik pesawat tempur buatan AS dan Prancis.
Rencana untuk pendanaan modernisasi persenjataan
Pembelian tersebut sejalan dengan janji Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk memodernisasi militer Indonesia. Rancangan keputusan presiden yang diedarkan pada Juni 2021 menyebut pemerintah Indonesia berencana membelanjakan US$125 miliar selama tiga tahun ke depan untuk meningkatkan dan memodernisasi persenjataan militernya.
Pemerintah mengusulkan untuk membelanjakan $79,1 miliar untuk peralatan militer, $13,4 miliar untuk bunga pinjaman 25 tahun dari sumber luar negeri, dan $32,5 miliar untuk kontinjensi dan pemeliharaan.
Banyak kelompok masyarakat yang mengkritik rencana menghabiskan miliaran dolar untuk militer di tengah pandemi ketika sebagian besar penduduk Indonesia menghadapi kesulitan ekonomi. Status keputusan atas usulan pemerintah tersebut tidak diketahui.
Sejak memimpin kementerian pertahanan pada 2019, Prabowo telah mengunjungi negara-negara produsen senjata termasuk AS, Rusia, China, dan Prancis untuk mengamankan kesepakatan pertahanan.
Kementerian tahun lalu mengumumkan rencana untuk mengakuisisi 15 pesawat angkut C-130J yang diproduksi oleh Lockheed Martin di AS, dan dua pesawat Airbus 330 Multi-Role Tanker Transport (MRTT) Prancis.
Tahun lalu, Indonesia memesan dua pesawat angkut Airbus A400M dalam perjanjian yang ditandatangani di sela-sela Dubai Airshow.
Pesawat tempur F-15EX (photo : USAF)
Berpacu dengan waktu
Khairul Fahmi, pengamat militer sekaligus co-founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), mengatakan negosiasi pembelian F-15 tersebut sedang berpacu dengan waktu karena persetujuan AS untuk rencana itu akan kadaluwarsa pada Desember 2022.
“Sejauh ini tampaknya Kementerian Keuangan (Indonesia) masih belum memberikan lampu hijau agar rencana akuisisi itu dapat direalisasikan dengan skema pinjaman luar negeri,” kara Khairul kepada BenarNews.
Artinya, kata dia, Kementerian Pertahanan dan Kementerian Keuangan, kemungkinan masih membutuhkan tambahan waktu untuk mendiskusikan realisasi akuisisi F-15 dan menyelesaikan problem domestik terkait rencana itu.
“Saya masih optimis bahwa hal itu dapat dipahami oleh pihak Amerika Serikat. Namun tentu saja tidak boleh berlarut-larut agar tidak sampai berdampak memengaruhi trust dan benefit atau bahkan kelonggaran persyaratan dalam rencana pembelian itu,” kata Khairul.
Kehadiran F-15 akan berdampak signifikan pada kemampuan TNI untuk menghadapi ancaman dan meningkatkan pengaruh Indonesia juga secara geopolitik.
Pengamat pertahanan dari Universitas Al Azhar, Ramdhan Muhaimin, mengatakan penguatan pertahanan Indonesia berguna untuk stabilitas keamanan kawasan Asia Tenggara.
“Karena Indonesia adalah tulang punggung kawasan dan ASEAN. Kawasan ini pun pernah tercabik-cabik akibat persaingan kekuatan negara-negara besar. Indonesia adalah pendulum keseimbangannya,” kata Ramadhan.
Pengamat militer Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia Beni Sukadis mengungkapkan bahwa setelah diangkat menjadi menteri pertahanan, pada 2019, Prabowo memerintahkan kementeriannya untuk mengevaluasi kemampuan TNI terutama alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan sumber daya manusia.
“Kebijakan pertahanan sebenarnya tidak ada yang baru pada 2019-2024 hanya kelanjutan dalam pembelian alutsista baik produk baru dan bekas,” kata Beni kepada BenarNews.
Kebijakan tersebut dilakukan karena pemerintah Indonesia yang prihatin dengan persaingan kekuatan besar di perbatasan laut terdekat yaitu Laut China Selatan telah mendorong Kementerian Pertahanan untuk memperoleh lebih banyak alat pertahanan sesegera mungkin.
“Kemudian, perjalanan Prabowo ke luar negeri menandakan niat serius untuk memodernisasi dan mengganti senjata usang yang masih ada. Termasuk soal rencana pembelian F-15 yang telah disetujui Kongres AS tahun ini,” kata Beni.