Pembom Tu-16 TNI AU (AURI) di Lanud Madiun (photo : Kompas)
Pesawat ini menuju Sandakan dengan membubung hingga 11.000 meter dan sampai ke daerah misi menjelang azan subuh.
JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia pernah menyandang sebagai negara dengan angkatan bersenjata terkuat di bumi bagian selatan pada dekade 1960-an.
Kala itu, kekuatan militer Indonesia sangatlah diperhitungkan karena mempunyai berbagai alat utama sistem persenjataan (alutsista) mutakhir pada zamannya.
Salah satu alutsista yang membuat Indonesia ditakuti oleh musuh-musuhnya adalah kepemilikan pesawat pengebom Tupolev Tu-16.
Pengebom ini dioperasikan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI), kini bernama TNI Angkatan Udara, yang didatangkan dari Uni Soviet, sekarang Rusia.
Koleksi pesawat pengebom Indonesia berjumlah 24 unit, masing-masing 12 Tu-16 versi bomber (Badger A) dan 12 Tu-16 KS-1 (Badger B).
Pada era itu, Indonesia menjadi salah satu negara yang mempunyai armada pengebom selain Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat.
China yang saat ini menjadi salah satu negara dengan kemampuan militer terkuat pun ketika itu belum memiliki pesawat pengebom, begitu juga dengan Ausralia.
Spesifikasi
Dikutip dari Majalah Angkasa berjudul “Pesawat Kombatan TNI AU”, Tu-16 mampu mengangkut 6 sampai 7 kru.
Pengebom ini memiliki panjang 34,80 meter, tinggi 10,36 meter, berat kosong 37.200 kilogram, dan berat landas maksimum 79.000 kilogram.
Tu-16 dilengkapi dengan mesin 2 x Mikulin AM-3M-500 turbojet dan 93.2 KN thrust each.
Persenjataan Tu-16 meliputi, 6-7 kanon 23 milimeter (mm) Nudelman-RikhterNR-23, Rudal 2X Raduga KS-1 Komet (AS-2 Kennel) anti-ship missile, 1X Raduga X K-10S (AS-Kipper) anti-ship missile semi-recessed di bomb bay, 2X Raduga KSR-5 (AS-Kingfisf) anti-ship missile, dan bom 9.000 kilogram.
Adapun Tu-16 versi KS-1 mampu membawa sepasang rudal antikapal permukaan KS-1 (AS-1 Kennel). Belanda yang saat itu masih menduduki Irian Barat sangatlah ketakutan dengan rudal ini.
Sebab, enam rudal KS-1 yang dilepaskan dari Tu-16 cukup untuk menenggelamkan kapal induk kebanggaannya, Karel Doorman.
Menembus Jantung Benua Australia
Masih dari Majalah Angkasa, Tu-16 pernah menunjukkan kemampuannya pada pertengahan 1963 atau ketika di masa Operasi Dwikora.
Ketika itu, AURI mengerahkan tiga Tu-16 versi bomber (Badger A) untuk menyebarkan pamflet di daerah musuh.
Deretan pesawat Tu-16 (photo : Henk Schakelaar)
Dua pesawat pertama terbang ke Serawak, serta Sandakan dan Kinibalu yang masuk wilayah Malaysia.
Sedangkan satu pesawat lainnya diterbangkan ke Australia yang dipiloti Komodor Udara Suwondo. Ia terbang membawa peralatan militer berupa perasut, alat komunikasi, dan makanan kaleng.
Suwondo bersama tunggangannya menyiapkan skenario untuk menurunkan barang-barang di Alice Springs yang berada tepat di tengah benua Australia.
Skenario ini untuk menunjukkan bahwa AURI mampu mencapai jantung benua Australia.
Menjelang pelaksanaan misi tersebut, semua kru dikumpulkan di Wing 003, Lanud Iswahyudi, Madiun, sekitar pukul 23.00 WIB, untuk briefing sebentar.
Pesawat Tu-16 dengan nomor bodi 1620 (photo : TNI AU)
Pada pukul 01.00 WIB, pesawat pengebom terbang di langit Madiun menuju Australia.
Dalam penerbangannya, Tu-16 yang dipiloti Suwondo terbang rendah untuk menghindari over the horizon radar system. Radar ini mampu memantau seluruh kawasan Asia-Pasifik.
Pesawat pun sukses menembus Australia dan men-drop barang bawaannya. Skenario berjalan lancar tanpa ada hambatan.
Pesawat pencegat F-86 Sabre pun tak terlihat aktivitasnya. Begitu pun rudal antipesawat Bloodhound Australia yang ditakuti juga tertidur lelap.
Pesawat kembali ke Madiun pada pukul 08.00 WIB, hari yang sama dalam penerbangan dari Madiun menuju Australia.
Sementara, misi di Sandakan, Tu-16 berangkat dari Lanud Iswahyudi pukul 00.00 WIB, satu jam sebelum keberangkatan Tu-16 ke Australia.
Pesawat Tu-16 dengan nomor bodi 1625 (photo : TNI AU)
Saat itu, lampu-lampu rumah penduduk setempat masih menyala. Pesawat terus turun sampai ketinggian 400 meter.
Persis di atas target, ruang bom atau bomb bay dibuka untuk menurunkan pamflet. Pamflet pun berhamburan keluar, disedot angin yang berembus kencang.
Usai satu sortie, pesawat berputar, dan kembali ke lokasi semula. Sekembalinya ke lokasi, lampu-lampu rumah penduduk yang sebelumnya menyala seketika gelap gulita.
Rupanya, penduduk setempat telah diajari Inggris untuk mengantisipasi apabila terjadi serangan udara. Pesawat pun kembali ke pangkalan pukul 08.30 WIB.
(Kompas)