Tahun anggaran 2023 merupakan tahun keempat dalam pelaksanaan Minimum Essential Force (MEF) fase ketiga yang membentang antara 2020-2024. Meskipun belanja pertahanan tidak termasuk dalam prioritas belanja pemerintah dalam APBN 2023, belanja pertahanan tetap mendapatkan porsi yang besar pada tahun depan.
Selain mendapatkan anggaran Rp 134 triliun, Kementerian Pertahanan juga masih memiliki alokasi belanja Rp 22 triliun yang berasal dari Pinjaman Dalam Negeri (PDN) dan alokasi Pinjaman Luar Negeri (PLN) sekitar US$ 7 miliar hingga US$8 miliar. Dari Rp 134 triliun alokasi anggaran tahunan Kemhan, diperkirakan hanya sekitar 30% yang dialokasikan sebagai belanja modal untuk pengadaan senjata.
Belanja pertahanan menggunakan fasilitas PLN masih menjadi tumpuan bagi kegiatan modernisasi kekuatan pertahanan pada tahun depan. Akuisisi major weapon system seperti pesawat tempur, kapal kombatan dan pesawat angkut berat senantiasa mengandalkan fasilitas PLN.
Dengan sisa alokasi PLN sekitar US$ 7 miliar hingga US$ 8 miliar dari total US$ 20,7 miliar, tentu menjadi pertanyaan tentang arah prioritas belanja pertahanan pada tahun fiskal 2023. Untuk menjawab pertanyaan ini, mari menengok prioritas belanja pertahanan yang memakai fasilitas PLN pada tahun anggaran 2021 dan tahun fiskal 2022.
Dengan jumlah total US$ 7,7 miliar pada Penetapan Sumber Pembiayaan (PSP) 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan prioritas terbesar pada belanja TNI Angkatan Udara, seperti akuisisi jet tempur Rafale, pesawat tempur bekas Mirage 2000, pesawat MRTT A400M, pesawat Lead-in Fighter Trainer (LIFT) T-50, radar pertahanan udara GM403 dan rudal pertahanan udara Hisar.
TNI Angkatan Udara kembali mendapat prioritas utama dalam PSP 2022 melalui program pembelian lanjutan pesawat tempur Rafale, pengadaan jet tempur Mirage bekas dan overhaul pesawat tempur Sukhoi Su-27 dan Su-30. Sementara itu, program belanja senjata TNI Angkatan Laut belum menjadi prioritas dalam sejumlah PSP yang diterbitkan dalam dua tahun terakhir.
Pada 4 Juni 2021, Kemhan telah menandatangani kontrak dengan Fincantieri, Italia, untuk akuisisi enam fregat FREMM yang menurut sejumlah sumber bernilai € 4,1 miliar. Meskipun kontrak telah ditandatangani sekitar satu setengah tahun silam, sampai sekarang program belanja senjata untuk TNI AL tersebut belum mendapatkan PSP dari Sri Mulyani.
Sejauh ini program-program belanja senjata TNI Angkatan Laut yang telah disetujui oleh Sri Mulyani hanya mencakup modernisasi sejumlah kapal kombatan tipe fregat dan korvet, pengadaan kapal buru ranjau dari Abeking & Rasmussen dan submarine rescue vehicle system. Penting pula untuk dicatat bahwa terdapat satu kegiatan dalam PSP 2021 bagi TNI Angkatan Laut yang tidak terlaksana yaitu akuisisi kapal selam interim bertonase 1800 ton hingga 2.800 ton.
Kementerian Pertahanan diketahui mengincar kapal selam Scorpene dengan opsi penggerak baterai Li-ion sebagai long range attack submarine untuk mendampingi Type 209 (photo : Naval Technology)
Apabila pada tahun fiskal 2023 Sri Mulyani menerbitkan PSP, apakah kegiatan pengadaan senjata TNI AL akan mendapatkan porsi terbesar dibandingkan dengan TNI AU dan TNI AD? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dilihat bagaimana usulan Daftar Rencana Prioritas Pinjaman Luar Negeri (DRPPLN) yang akan diajukan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas kepada Menteri Keuangan. Mengacu pada praktek selama ini, nilai PSP biasanya 50% atau lebih dari total usulan DRPPLN. Sejumlah sumber mengindikasikan pembiayaan pengadaan kapal selam dan fregat FREMM akan menjadi prioritas dalam DRPPLN berikutnya.
Secara umum, rencana belanja PLN bagi TNI AU telah dipenuhi dalam sejumlah PSP yang diterbitkan sejak 2021, walaupun diharapkan akan ada PSP lanjutan untuk pembiayaan Rafale. Begitu pula dengan TNI AD di mana pengadaan sejumlah major weapon system telah dialokasikan pada dua PSP yang terbit pada 2021.
Dibandingkan dengan TNI AU dan TNI AD, TNI AL belum mendapatkan porsi anggaran yang memadai untuk mendukung kegiatan pengadaan kapal kombatan permukaan dan kapal selam. Sehingga merupakan hal yang wajar apabila terdapat ekspektasi PSP tahun depan memberikan prioritas pada rencana belanja TNI Angkatan Laut.
Kebijakan fiskal merupakan proses politik di mana pihak-pihak yang berkepentingan berkompetisi untuk mendapatkan alokasi anggaran yang terbatas. Oleh karena itu, peran Kemhan sangat penting untuk melakukan lobi anggaran kepada Kemenkeu dan Kementerian PPN/Bappenas.
Penerbitan PSP oleh Menteri Keuangan selalu mengacu pada DRPPLN yang diusulkan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas. Lobi Kemhan telah bekerja baik dalam mendukung program pengadaan TNI AU, sehingga sudah sewajarnya bila kini prioritas lobi diberikan bagi pengadaan major weapon system TNI AL.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Kemhan telah memutuskan untuk membeli fregat FREMM asal Italia sebagai kapal kombatan permukaan. Sedangkan untuk kapal selam, Kemhan belum menandatangani kontrak pengadaan kapal selam, baik dengan Naval Group maupun TKMS.
Terdapat kecenderungan kuat Kemhan akan memberikan prioritas pengadaan kapal selam dari Prancis, sebagaimana ditunjukkan oleh pernyataan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto maupun tawaran kemitraan industri yang luas antara Naval Group dengan beberapa industri di Indonesia, termasuk pengembangan teknologi baterai lithium ion. Apakah kapal selam kelas Scorpene akan menjadi pilihan Indonesia pada tahun depan? (Alman Helvas Ali)
(CNBC)