Pesawat tempur Rafale (photo : Wikipedia)
KSAU: Pembangunan Kekuatan TNI AU Semata untuk Menjaga Kedaulatan dan Keamanan di Kawasan
MYLESAT.COM – Pembangunan kekuatan TNI Angkatan Udara yang sedang dan akan terus berlangsung, bukan bermaksud untuk menimbulkan ancaman di Kawasan. Sebaliknya digunakan semata untuk menjaga kedaulatan negara dan pada saat bersamaan demi keamanan wilayah di Kawasan.
Menurut KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo, komitmen tersebut sudah sangat dipahami di antara para perwira senior Angkatan Udara di Kawasan khususnya di antara sesama anggota Asean. Bahwa pembangunan kekuatan udara justru untuk menjaga stabilitas Kawasan.
Hal itu disampaikan KSAU disela-sela peluncuran Prangko Seri Pahlawan Nasional TNI AU di Auditorium I.G. Dewanto, Mabesau, Cilangkap, Senin, (4/12/2023). Peluncuran Prangko ini merupakan kerja sama TNI AU dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta PT Pos Indonesia.
Empat Pahlawan Nasional TNI AU yang dijadikan Prangko Seri Pahlawan adalah Marsekal Muda TNI Anumerta Prof. Dr. Abdulrachman Saleh, Marsekal Muda TNI Anumerta Agustinus Adisutjipto, Marsekal Muda TNI Anumerta Halim Perdanakusuma, dan Marsekal Pertama TNI Anumerta Iswahjudi.
Angkatan Udara yang Unggul
Seperti diketahui, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto telah menunjukkan komitmennya untuk memodernisasi dan membangun TNI AU menjadi angkatan Udara yang disegani. Berbagai upaya dilakukan Kemenhan, di antaranya dengan melakukan akuisisi atau rencana pembelian sejumlah besar pesawat tempur.
Sebelumnya saat penyerahan delapan unit helikopter H225M kepada TNI AU di Lanud Atang Sendjaja, Bogor, Menhan Prabowo mengatakan bahwa pembangunan kekuatan militer bukanlah dalam rangka untuk gagah-gagahan atau menimbulkan ketakutan bagi negara tetangga. “Pembangunan angkatan perang itu mahal, kemerdekaan itu mahal, kedaulatan itu mahal, namun memiliki angkatan perang (yang kuat) adalah mutlak untuk menjamin kemerdekaan kita,” ungkap Prabowo.
“Kita harus punya angkatan udara yang unggul, kita ingin damai tapi kita tetap ingin berdaulat,” tambahnya.
Hal ini disampaikan Prabowo terkait rencana pembelian total 42 jet tempur Dassault Rafale dari Perancis untuk TNI AU. Saat ini, seperti diberitakan, Kemenhan telah membukukan kontrak untuk 24 Rafale. Rencananya, paket akuisisi ini akan mencakup juga simulator Rafale.
Ketika ditanya wartawan, kapan Rafale akan tiba di tanah air, Prabowo mengatakan bahwa multirole fighter bermesin tunggal ini akan tiba pada 2026.
TNI AU sudah merencanakan bahwa 42 pesawat Rafale yang dibeli Pemerintah akan ditempatkan di Pekanbaru dan Pontianak. Kehadiran Rafale kelak akan menggantikan armada BAe Hawk 100/200 yang dioperasikan Skadron Udara 1, Lanud Supadio, Pontianak dan Skadron 12, Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru.
Kepada media, KSAU mengatakan bahwa batch pertama Rafale yang tiba pada 2026 akan ditempatkan di Skadron 12, Pekanbaru. Secara bertahap, kelompok kedatangan akan mengalir hingga mencapai jumlah satu skadron sesuai kontrak. Ketika jumlah pesawat yang ditetapkan sudah terpenuhi untuk Skadron 12, pesawat Hawk 100/200 akan digabungkan di satu tempat yaitu di Skadron 1.
Hawk 100/200
Batch selanjutnya berturut-turut akan tiba dan ditempatkan di Skadron 1. Hingga pada akhirnya, pesawat Hawk 100/200 yang telah menjaga wilayah udara Indonesia sejak awal 1990, akan dipensiunkan secara penuh.
Rencana penempatan Rafale di Pekanbaru, pun disinggung KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo saat berbincang dengan Chief of RSAF (Singapura) Mayjen Kelvin Kong Boon Leong pada saat penutupan JFWC ke-4 dan Latma Elang Indopura di Lanud Roesmin Nurjadin.
KSAU menjelaskan bahwa saat ini kondisi pesawat Hawk 100/200 sudah tidak lagi maksimal. Keterbatasan suku cadang dan usia komponen lainnya di pesawat, menjadi pertimbangan utama Mabesau untuk membatasi operasional jet serang darat mungil ini.
“Hawk 100/200 sulit untuk dipertahankan karena suku cadang mesinnya sudah sangat langka dan mahal. Maka dari itu kita ganti dengan Rafale,” jelas KSAU. Dalam kesempatan lain, Marsekal Fadjar juga pernah mengatakan bahwa Australia sekalipun cukup “repot” mengoperasikan Hawk karena masalah suku cadang.
Oleh Angkatan Udara Australia (RAAF), armada Hawk 127 digunakan sebagai lead-in fighter trainer (LIFT) oleh Skadron 76 di RAAF Base Williamtown, Newcastle, dan dan Skaron 79 di RAAF Base Pearce, Perth. Jebolan Hawk 127 selanjutnya akan terbang di F-35A Lightning II, F/A-18F Super Hornet, dan EA-18G Growler.
Dengan rendahnya kesiapan armada Hawk 100/200, menjadi pertanyaan publik adalah bagaimana TNI AU mempertahankan dan menjaga skill para penerbang di Skadron 1 dan 12, sementara mereka dalam masa menunggu kedatangan Rafale.
Untuk menghadapi persoalan sumber daya manusia dalam kaitan kesiapan alutsista, Marsekal Fadjar mengambil beberapa langkah. Seperti memberikan kesempatan sekolah kepada para penerbang, atau memindahkan mereka ke skadron lain yang paralel. Seperti ke Skadron 21, Skadron 16, dan skadron pendidikan terbang di Yogyakarta.
“Ini salah satu upaya kita untuk mempertahankan skill mereka, jangan sampai adik-adik itu tidak terbang karena mereka adalah aset yang sangat mahal bagi TNI AU,” ungkap Fadjar.
(MyLesat)