Perakitan pesawat tempur Rafale (photo : Dassault)
Bisnis.com, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa berkunjung ke Paris, Prancis, untuk bertemu dengan Dassault Aviation guna membahas kerja sama pengembangan industri pertahanan Indonesia.
Pada pertemuannya dengan Senior Executive Vice President, IT, and Chief Digital Officer Dassault Aviation Laurent Bendavid, Suharso membahas industri pertahanan dan alat utama sistem pertahanan (alutsista) Indonesia. Dia juga memastikan kerja sama kedua negara di bidang pertahanan juga selaras dengan pembangunan nasional.
Salah satu inti pembahasan antara Suharso dan Dassault Aviation yakni terkait dengan kemampuan pesawat tempur buata Dassault yakni Rafale. Pesawat jet itu merupakan salah satu alutsista yang digunakan oleh Indonesia. Dia berpesan agar kerja sama kedua negara tidak hanya sebatas pembelian, tetapi harus berprinsip buy to invest.
"Apa artinya? Jadi, kami [Indonesia] tidak hanya membeli, tetapi kami juga ingin mengembangkan kemampuan industri pertahanan kami," ujar Suharso di pabrik Dassault Aviation di Saint-Cloud, Prancis, Jumat (6/10/2023).
Khusus terkait dengan Rafale, Indonesia meminta Prancis agar bisa melaksanakan alih teknologi yang mendorong peningkatan kualitas SDM kedirgantaraan dan pertahanan di Indonesia. Pengadaan Rafale sekaligus semakin menguatkan posisi industri pertahanan di Indonesia dalam rantai pasok global.
Untuk itu, pemahaman tentang teknologi pemeliharaan dan perawatan hingga lisensi produksi harus dimiliki Indonesia agar dapat memproduksi suku cadang atau peralatan tertentu secara domestik. Suharso menyatakan Indonesia harus mampu menciptakan industri pertahanan yang sehat, kuat, mandiri, dan berdaya saing.
Hal tersebut, lanjutnya, sejalan dengan mendukung pengembangan industri pertahanan, peningkatan anggaran ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi yang harus menjadi prioritas Indonesia.
Menteri dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menyampaikan bahwa sejumlah strategi industri pertahanan seperti industrialisasi hilir hingga produk akhir yang berorientasi ekspor, penguatan rantai nilai domestik dan global, serta konektivitas domestik dan pasar global diperlukan agar Indonesia dapat bersaing dengan pasar global dan tidak hanya bergantung pada hasil pembelian ke negeri lain.
"Kalau negara-negara lain bisa membuktikan kemampuan mereka untuk mengembangkan rencana pengembangan industri pertahanan, kenapa kita tidak?,” pungkasnya.
(Bisnis)