Mitchell B-25 TNI AU mengebom kapal perang Belanda (image : Merdeka)
Merdeka.com - Sebuah misi berbahaya diberikan untuk pilot pesawat pengebom Angkatan Udara Republik Indonesia. Menghancurkan kapal milik angkatan laut milik Belanda yang dijaga ketat.
Pesawat angkut C-47 Dakota mendarat pagi itu di Pangkalan Udara Morotai. Penumpangnya Panglima Komando Regional Udara IV Letnan Kolonel Udara I Dewanto. Dia datang dengan membawa misi khusus dari Panglima Mandala, Mayor Jenderal Soeharto.
Komandan Lanud Morotai Mayor Udara Pedet Soedarman diperintahkan untuk menghancurkan kapal milik Angkatan Laut Belanda di Pulau Gag yang terletak di perairan Irian Barat. Keberadaan kapal perang itu dianggap merintangi misi militer RI merebut Irian Barat.
"Kapan To?" tanya Mayor Pedet pada rekannya itu.
"Sesegera mungkin," jawab Letkol Dewanto.
"Kalau begitu sekarang saja ya," tegas Mayor Pedet.
Bukan tanpa alasan perintah itu diberikan pada Mayor Pedet Soedarman. Pengalaman dan keberaniannya sebagai bomber andalan AURI telah terbukti di berbagai palagan tempur.
Pesawat Pengebom
Segera setelah disetujui, persiapan langsung dilakukan. Pesawat Pengebom B-25 nomor 434 dimuati aneka persenjataan dan siap tinggal landas menjalankan misi.
Sebenarnya sebagian kru Angkatan Udara merasa terkejut. Apalagi misi penting dan berbahaya harus dilakukan hari itu juga. Namun tidak ada komentar yang keluar dari mulut mereka. Semuanya siap melaksanakan tugas tempur.
Peristiwa ini dikisahkan dalam Buku Pedet Soedarman, Pengalaman Heroik Penerbang Bomber.
Mitchell B-25 TNI AU (photo : Joe Evans)
Pulau Gag ketika itu masih berada dalam kekuasaan Belanda. Kapal perang milik Belanda dikawal oleh pesawat patroli Neptune yang siap menghancurkan pesawat pengebom AURI. Dari segi kecepatan, Neptune berada di atas angin daripada B-25.
Kapal Belanda Diberondong Peluru Hingga Hancur
Tanggal 24 Maret 1962, pesawat B-25 meninggalkan lapangan udara Morotai. Mereka harus terbang rendah di atas permukaan laut untuk menghindari radar Belanda yang berada di Sorong.
Setelah menyusuri bagian selatan Pulau Gag, Pedet Soedarman melihat targetnya. Kapal perang Belanda itu berada di sebuah teluk dan tersamar pepohonan.
Pedet membawa pesawatnya naik ke ketinggian 1.000 kaki. Siap mengebom kapal perang itu. Namun niat tersebut diurungkan karena dari ketinggian, target tidak terlihat jelas.
Diputuskannya untuk menggunakan delapan pucuk senjata mitraliur 12,7 mm yang merupakan andalan B-25. Pedet membuang bom ke laut untuk membuat bobot pesawat lebih ringan.
Pesawat berputar dan mulai memberondong kapal Belanda tanpa ampun. Tepat sasaran. Cukup banyak peluru dilepaskan hingga kapal Belanda itu terbakar dan asap hitam mulai mengepul.
Belanda berusaha memberikan tembakan balasan, namun berondongan delapan senapan mesin dari moncong B-25 dan empat mitraliur dari sayap pesawat, membuat usaha itu sia-sia.
Dari kokpit pesawatnya, Mayor Pedet bisa melihat pasukan Marinir Belanda yang kocar-kacir akibat serangan tersebut.
Begitu yakin targetnya sudah tak berdaya, Mayor Pedet segera meninggalkan Pulau Gag menuju Lanud Ambon.
Lockheed P-2 Neptune Belanda (photo : Ronaldderoij)
Dikejar Neptune Belanda
Perjalanan pulang mereka tidak mulus. Sebuah pesawat Neptune Belanda ternyata mengejar mereka. Terbang di atas ketinggian 1.000 kaki.
Lockheed P-2 Neptune adalah pesawat buatan Amerika Serikat yang dirancang khusus untuk patroli maritim dan antikapal selam. Seluruh kru AURI tahu pesawat ini sangat berbahaya karena bisa terbang lebih cepat dan dilengkapi senjata kaliber 2 cm.
Suasa tegang terasa di dalam kabin. Pedet memacu pesawatnya hingga kecepatan maksimal 250 mph, sampai terasa bergetar. Dia memerintahkan anak buahnya bersiap menghadapi Neptune itu dengan senapan mesin yang berada di bagian ekor B-25.
Celaka. Baru ditembakan sekali, senjata belakang itu macet dan tidak berfungsi. Neptune terus mengejar dengan kecepatan tinggi. Tak ada pilihan selain menghadapinya langsung.
"Kalau pesawat Neptune kira-kira sudah dekat, saya akan menghadapinya dan menembaknya," kata Pedet kepada kopilot Letnan Muda Udara I Sutarno yang duduk di sampingnya.
Suasana tegang itu tidak berlangsung lama. Awak pesawat di belakang melapor pesawat Neptune tidak melanjutkan pengejarannya. Suasana ceria langsung memenuhi kabin pesawat. Mereka lolos dari pertempuran hidup dan mati.
Di darat, Mayor Pedet mendapat laporan kapal Belanda terbakar, sementara beberapa orang tewas, termasuk dua orang Marinir Belanda.
Operasi pengeboman itu berhasil tanpa korban seorang pun di pihak AURI.
(Merdeka)