Program pengembangan drone MALE kombatan Elang Hitam (all images : Akhmad Farid Widodo)
Pada tanggal 14 Juli 2022 yang baru lalu HIMNI (Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia) mengadakan webinar mengenai "Drone MALE Kombatan, Kemandirian Sistem Pertahanan Indonesia". Webinar ini terbilang sukses dan dihadiri oleh sekitar 350 orang peserta.
Akhmad Farid Widodo, doktor lulusan ITB, mantan Asisten Kepala Insinyur Program MALE Kombatan BPPT sebelum organisasi tersebut dilakukan integrasi menjadi BRIN tampil sebagai pembawa materi, kali ini beliau mewakili MPI (Masyarakat Pemajuan Iptek dan Inovasi).
Konsorsium MALE Kombatan merencanakan membangun 5 prototipe drone Elang Hitam yang terdiri dari :
-EH-1, sebagai artikel terbang perdana tanpa payload, dengan sistem dari Pasar Global,
-EH-2, artikel sertifikasi, berupa pesawat utuh,
-EH-3, artikel sertifikasi uji struktur, untuk menguji strukturnya kuat atau tidak,
-EH-4, artikel integrasi menggunakan sistem dari LEN,
-EH-5, artikel dipersenjatai bekerjasama dengan mitra Luar Negeri.
Anggaran yang dibutuhkan untuk membangun 5 prototipe dan 2 Ground Control Station sekitar 100 juta USD (sekitar 1,45 triliun) yang akan membutuhkan waktu selama 6 tahun (2019-2025), angka ini lebih murah dibandingkan program Anka MALE dari Turki.
Dari awal 2021 sampai Desember 2021 tim gabungan BPPT dan PTDI dengan bantuan Magline Spanyol sebagai Penyedia Sistem Pesawat melakukan penyiapan prototipe meliputi Rekayasa Airframe, Integrasi Sistem dan Penyiapan Dokumen untuk Fligt Test Permit. Upaya Terbang Perdana dilakukan pada akhir Desember 2021 di lapangan terbang Nusawiru, Pangandaran, namun terbang perdana ini tidak berjalan mulus dan terjadi kerusakan minor pada prototipe EH-1 yang menyebabkan terbang perdana tidak dapat diteruskan.
Pada awal tahun 2022 Prototipe EH-1 telah siap kembali untuk uji terbang namun kendala klasik muncul dimana anggaran 2021 tersebut telah hangus dan tidak dapat digunakan pada tahun 2022 selain itu Tim BPPT telah tersebar dalam berbagai Pusat Riset BRIN sebagai akibat integrasi dari BPPT, BATAN, LAPAN, LIPI, dan Kemenristek/BRIN yang termasuk di dalamnya Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman ke dalam BRIN sehingga berakibat pada belum tuntasnya penataan organisasi dan anggaran di BRIN terhadap program ini sehingga menjadi kendala untuk melanjutkan uji terbang.
Untuk sistem senjata, konsorsium MALE Kombatan telah memilih Tubitak SAGE - lembaga riset Turki dalam Pertahanan sebagai mitranya. Tubitak Sage menawarkan rudal Air-to-Ground yang sedang dalam pengembangan akhir dengan menggunakan fitur modular, dimana sensor dan warhead dapat diganti-ganti dengan misi, artinya untuk misi tertentu tidak perlu ada satu jenis rudal yang spesifik.
Rudal yang dihasilkan dalam kerjasama ini mempunyai prospek untuk dipakai pada pesawat tempur berawak yang dimiliki oleh TNI AU (F-16, Sukhoi). Mitra industri (PT DI, LEN) juga dapat melakukan proses perakitan dan pengujian Rudal tersebut di Indonesia, bahkan beberapa komponen memungkinkan untuk diproduksi didalam negeri.
Peserta webinar berharap bahwa penataan organisasi BRIN dapat segera tuntas dan anggaran untuk proyek ini dapat diurus sehingga skedul pengembangan drone MALE kombatan dapat berjalan lagi hingga menghasilkan produk yang telah tersertifikasi.
(Defense Studies)