Sudah puluhan tahun sejak berdirinya, TNI-AL atau yang dahulu dikenal dengan nama ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) telah mengoperasikan ratusan unit kapal dari berbagai kelas. Kapal-kapal tersebut tentunya terbagi atas beberapa jenis, mulai dari kapal penjelajah, destroyer, frigate, korvet, kapal penyapu ranjau, kapal selam dan berbagai jenis kapal lainnya.
Untuk kapal jenis korvet (corvette), Indonesia sudah pernah mengoperasikan kapal jenis ini sejak dekade 1950-an. Kapal jenis ini umumnya memiliki tonase lebih kecil daripada frigate namun lebih besar daripada kapal patroli. Umumnya kapal jenis ini beroperasi di kawasan perairan yang dekat dengan area pesisir pantai. Salah satu generasi awal dari kapal korvet yang dioperasikan oleh TNI-AL atau ALRI adalah korvet Banteng-class.
Pernah Digunakan Angkatan Laut Australia Hingga Indonesia
Kapal korvet kelas Banteng sejatinya merupakan kapal militer bekas pakai dari angkatan laut Belanda. Namun, kapal ini sebenarnya dibangun oleh galangan kapal Australua, yakni Evan Deakin & Company. Belanda sebenarnya mampu untuk membangun jenis kapal ini, akan tetapi pada tahun 1940 negara Belanda terlebih dahulu diduduki tentara Jerman sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukannya pembuatan kapal perang.
Belanda diketahui mengoperasikan 4 unit kapal tersebut yang dibuat pada kurun waktu tahun 1941-1942. Kapal ini juga merupakan kapal bekas pakai sebelum diberikan kepada angkatan laut Belanda. Kapal-kapal tersebut bernama HNLMS Morotai, HNLMS Banda, HNLMS Ambon dan HNLMS Tidore. Kapal-kapal tersebut dihibahkan kepada Belanda pada tahun 1946 dan digunakan untuk menumpas gerilyawan Indonesia pada masa Revolusi. Kemudian melalui Konferensi Meja Bundar (KMB), 4 unit kapal ini kemudian dihibahkan ke pihak ALRI pada tahun 1949.
Menjadi Kapal Korvet Generasi Pertama yang Dioperasikan ALRI
4 unit kapal yang memiliki nama kelas asli Bathurst-class tersebut kemudian diganti namanya menjadi kapal korvet Banteng-class oleh pihak ALRI. Dalam dinas militer Indonesia keempat kapal tersebut berubah nama menjadi RI Hang Toeah, RI Banteng, RI Radjawali dan RI Pati Oenes. Kedatangan 4 unit kapal korvet tersebut tentunya menjai penambah kekuatan bagi ALRI yang pada saat itu baru berdiri dan hanya diperkuat beberapa kapal berukuran kecil yang dipersenjatai meriam kaliber ringan dan senapan mesin. Selain itu, ALRI juga menerima kapal destroyer pertama yang dioperasikan oleh Indonesia, yakni RI Gadjah Mada.
Kapal korvet Banteng-class atau Bathurts-class ini memiliki tonase 1.024 ton dan ditenagai oleh mesin bertenaga uap. Kecepatan maksimal dari kapal ini adalah 28 km/jam dan diawaki oleh sekitar 80 awak kapal. Sistem persenjataan kapal yang dibuat semasa era perang dunia II ini tergolong cukup jadul pada saat diserahkan oleh Belanda kepada Indonesia. Senjata utama kapal ini adalah 1 unit meriam 102 mm dan 1 unit meriam Bofors 40 mm. Sebagai sistem persenjataan sekunder kapal ini juga dilengkapi 2-3 meriam otomatis kaliber 20 mm dan sistem pelontar bom laut untuk peran anti kapal selam.
Pernah Ditenggelamkan oleh Pesawat Bomber AUREV
Kapal korvet Banteng-class ini saat berdinas di Indonesia pernah melakukan berbagai misi tempur. Mulai dari dukungan tempur melawan pemberontak DI/TII di Jawa Barat dan Sulawesi. Selain itu, kapal-kapal ini juga pernah dilibatkan dalam misi penumpasa RMS (Republik Maluku Selatan) di Ambon. Namun, misi yang paling menyita peran kapal ini adalah saat misi pertempuran melawan permesta di Sulawesi pada tahun 1958.
Akan tetapi, pada misi tersebut pihak ALRI harus kehilangan salah satu kapal korvet ini karena dijatuhi bom oleh pesawat bomber B-26 milik AUREV (Angkatan Udara Revolusioner) yang saat itu didukung oleh pihak CIA Amerika Serikat. Peristiwa tersebut terjadi pada bulan April 1958 di perairan sekitar Balikpapan. Melansir dari situs indomiliter.com, kapal yang ditenggelamkan tersebut adalah RI Hang Toeah yang hancur akibat tembakan dan mendapatkan serangan bom dari pesawat bomber tersebut. Meskipun sempat memberikan perlawanan, namun nasib kapal tersebut harus karam dan menewaskan 18 orang awaknya dan melukai puluhan sisanya. 3 unit kapal yang tersisa dari kelas ini diketahui masih sempat turun dalam operasi Trikora dan Dwikora sebelum pada akhirnya dipensiunkan pada tahun 1968-1969. (Zahir Zahir)
(YourSay)