Pesawat tempur F-16 hasil upgrade mengapit F-16 standar (photo: Blackphoenix)
“Karena ada keterbatasan fiskal, maka rencana pembelian pesawat Mirage 2000-5 tersebut ditunda,” kata Dahnil dalam keterangannya, Kamis (4/1/2023).
JAKARTA, KOMPAS.com - Pertahanan udara Indonesia dinilai bisa mengalami kerentanan jika TNI Angkatan Udara tidak segera menutupi penurunan kekuatan selama proses retrofit jet tempur yang tersedia, dan menanti unit baru pesawat tempur Dassault Rafale yang masih dalam produksi.
Menurut peneliti pertahanan dan keamanan Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi, jika TNI AU tidak bisa menutupi celah kekosongan karena sejumlah pesawat yang dipensiunkan, sementara jet tempur baru belum tiba, maka bisa berakibat pada kekuatan tempur.
"Kalau gap itu tidak diatasi, karena kondisi sekarang seperti ini, kita akan dihadapkan pada meningkatnya kerentanan pertahanan udara kita," Fahmi dalam program Obrolan Newsroom di Kompas.com, Minggu (7/1/2024).
Fahmi mengatakan, memang ada sejumlah langkah yang bisa dilakukan TNI AU supaya kekuatan tempur mereka tidak terlampau menurun sebelum unit jet tempur baru tiba.
"Mungkin solusi yang bisa dilakukan adalah dengan mengakuisisi pesawat-pesawat tanpa awak sebagai langkah transisi, drone dan sebagainya. Meningkatkan kemampuan radar kita," ucap Fahmi.
"Ini kan bisa lebih cepat realisasinya. Sehingga kerentanan tadi bisa sedikit diatasi di tengah menurunnya kekuatan udara karena ada sejumlah pesawat yang harus dipensiun," sambung Fahmi.
Fahmi mengatakan, kondisi yang dialami TNI AU dan juga matra lain adalah akibat dari target pencapaian kekuatan pokok minimum (MEF) yang meleset pada 2004 dan 2019.
Ketika Indonesia hendak mengakselerasi buat menutupi kekurangan itu, kata Fahmi, muncul pandemi Covid-19 di seluruh dunia yang membuat pemerintah melakukan realokasi dan penataan ulang anggaran.
Sebelumnya diberitakan, penundaan pembelian 12 jet tempur Dassault Mirage 2000-5 bekas dari Qatar disampaikan Juru Bicara Kementerian Pertahanan Dahnil Anzar.
Pesawat F-16 bersama pesawat TA-50i (photo: Blackphoenix)
Pembelian 12 unit Mirage 2000-5 dari Angkatan Udara Qatar itu mulanya untuk menutup kekosongan (gap) kesiapan tempur TNI Angkatan Udara yang disebabkan banyaknya pesawat tempur TNI AU habis usia pakainya atau memasuki masa pensiun.
Jet tempur Mirage 2000-5 bekas juga disebut sebagai transisi teknologi bagi para penerbang tempur TNI AU sebelum kedatangan pesawat Rafale dari Dassault Aviation, Perancis.
Alhasil, dengan dibatalkannya pembelian Mirage 2000-5, Dahnil mengatakan bahwa pemerintah akan melaksanakan pembaruan teknologi atau retrofit terhadap pesawat-pesawat tempur lama TNI AU.
“Untuk mengisi kekosongan pertahanan udara selama masa menunggu, maka diputuskan melakukan retrofit terhadap pesawat-pesawat tempur lama kita, dan ini jalan akhir dan pilihan terbaik yang tersedia saat ini,” kata Dahnil.
Pengadaan pesawat Mirage beserta dukungannya itu dilakukan berdasarkan surat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor: R.387/D.8/PD.01.01 /05/2023 tanggal 17 Mei 2023 tentang Perubahan keempat Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah (DRPLN-JM) Khusus Tahun 2020-2024 untuk Kementerian Pertahanan dan Surat Menteri Keuangan Nomor: S.786/MK.08/2022 tanggal 20 September 2022.
Berdasarkan dokumen yang diterima Kompas.com, pengadaan tersebut dituangkan dalam kontrak jual beli nomor: TRAK/181/PLN/I/2023/AU, tanggal 31 Januari 2023 dengan nilai kontrak sebesar 733.000.000 euro dengan penyedia Excalibur International dari Republik Ceko.
Pemerintah juga meneken kontrak dengan Dassault untuk pembelian 42 unit jet tempur Rafale. Menurut rencana, pesawat itu akan dikirim bertahap mulai 2026.
Selain itu, pemerintah juga berencana akan membeli 24 unit jet tempur Boeing F-15EX buatan Amerika Serikat.
Pemerintah Indonesia juga tengah terlibat dalam proyek kerja sama pembuatan jet tempur KFX/IFX dengan Korea Aerospace Industries (KAI) Ltd., asal Korea Selatan.
(Kompas)