27 Desember 2021
Tiga kapal selam TNI AL beroperasi di Natuna (photo : Submarines)
Penguasaan teknologi kapal selam adalah satu dari tujuh program prioritas nasional industri pertahanan yang dicanangkan sejak era Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kini di masa Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), daftar program itu telah ditambah tiga kegiatan sehingga menjadi 10 program prioritas. Sejak awal program ini dilaksanakan melalui kemitraan industri dengan Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME) Korea Selatan, telah terdapat keraguan di sebagian kalangan tentang kapabilitas DSME dalam teknologi kapal selam. Keraguan itu telah terbukti karena ketiga kapal selam memiliki isu-isu teknis yang menghalangi untuk lebih banyak berlayar di laut daripada terikat di dermaga. Ketiga kapal selam tersebut nampaknya lebih menjadi beban daripada aset bagi Indonesia.
Kebutuhan kapal selam sesuai MEF 2024 adalah delapan (image : Submarines)
Mengingat bahwa penguasaan teknologi kapal selam telah menjadi program prioritas industri pertahanan, hal yang dapat dilakukan saat ini adalah meninjau ulang teknologi kapal selam yang ingin dikuasai oleh Indonesia. Tinjauan ulang harus bersifat obyektif, didorong oleh pertimbangan sains dan teknologi dan tidak didorong oleh kepentingan politik yang berjangka pendek dan absurd. Salah satu absurditas yang perlu dihindari adalah keinginan tidak berdasar untuk menguasai teknologi kapal selam dalam jangka pendek dan menjadi eksportir kapal selam diesel elektrik pada 2030. Terkait dengan tinjauan ulang, beberapa hal perlu menjadi pertimbangan pemerintah.
Fasilitas produksi kapal selam PT PAL (photo : PAL)
Pertama, asal teknologi kapal selam. Pemilihan asal teknologi kapal selam hendaknya mempunyai keterkaitan erat dengan keputusan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) untuk membeli kapal selam baru dalam waktu dekat. Saat ini Jerman dan Prancis menjadi kandidat kuat yang nampaknya akan memasok kapal selam ke Indonesia apabila Kemenhan mampu mengatasi masalah pendanaan program tersebut. Sehingga sangat mungkin di masa depan asal teknologi untuk membangun kemampuan indigenous rekayasa kapal selam Indonesia akan berasal dari Jerman atau Prancis.
TKMS Type 214 varian Papanikolis (photo : Arnekiel)
Indonesia dan Jerman sejak 10 Juli 2012 memiliki The German-Indonesian Joint Declaration for a Comprehensive Partnership: Shaping Globalization and Sharing Responsibility yang mencakup pula industri pertahanan. Sementara Indonesia dan Prancis telah menandantangani Indonesia-France Strategic Partnership pada 1 Juli 2011 saat kunjungan Perdana Menteri François Fillon ke Jakarta yang menjadi landasan bagi kerjasama kedua negara di berbagai bidang. Salah satu turunan dari kemitraaan strategi itu adalah penandatanganan Defence Cooperation Agreement pada 28 Juni 2021 yang juga meliputi industri pertahanan. Kesepakatan kerja sama bilateral itu dapat dijadikan payung bilateral bagi Indonesia untuk memperoleh teknologi kapal selam dari salah satu pihak dan kini tergantung bagaimana pemerintah Indonesia mampu melakukan lobi diplomatik agar Jerman atau Prancis menerbitkan izin ekspor teknologi kapal selam ke Indonesia.
Kedua, paket akuisisi teknologi. Sejak beberapa tahun silam Kemenhan telah memiliki peta jalan penguasaan teknologi kapal selam yang mengandalkan offset daripada lisensi. Apabila dicermati lebih jauh, offset adalah potongan-potongan (puzzle) kemampuan yang diberikan suatu negara ke negara lain untuk memproduksi suatu komponen atau menghasilkan suatu kemampuan, namun tidak memberikan semua kemampuan yang dibutuhkan. Untuk penguasaan teknologi secara utuh, offset tidak dapat berdiri sendiri tanpa dikombinasikan dengan metode lainnya.
Spek teknis yang diminta TNI AL untuk kapal selam baru adalah mempunyai teknologi AIP dan dapat menembakkan rudal anti kapal dari bawah air (photo : DRDO)
Mengacu pengalaman Indonesia di era Orde Baru dalam penguasaan teknologi tinggi, opsi terbaik untuk akuisisi teknologi adalah melalui lisensi daripada offset. Indonesia sebaiknya membeli lisensi kapal selam dari Eropa agar dapat belajar secara tuntas tentang teknologi kapal selam dibandingkan hanya mengandalkan offset saja. Pembelian lisensi memang mensyaratkan jumlah minimal kapal selam yang harus dibeli, namun hal demikian dapat diproyeksikan untuk memenuhi kebutuhan kapal selam Indonesia hingga 20 tahun ke depan. Perlu dicatat bahwa Korea Selatan membangun kemampuan rancang bangun kapal selam lewat pembelian lisensi kapal selam kelas 209 dari Howaldtswerke-Deutsche Werft pada dekade 1990-an dan bukan offset.
Rudal anti kapal SM-39 Exocet (photo : MBDA)Ketiga, investasi pemerintah pada program teknologi kapal selam. Pemerintah telah berinvestasi Rp 1,5 triliun melalui APBN 2015 dalam bentuk Penanaman Modal Negara (PMN) untuk mendukung penguasaan teknologi kapal selam dengan outcome yang belum sesuai dengan harapan. Oleh sebab itu perlu dilakukan penyelamatan terhadap investasi tersebut melalui pemilihan mitra yang tepat agar PMN tambahan sebesar Rp 1,28 triliun pada APBN 2021 tidak senasib dengan investasi beberapa tahun lalu. Pemerintah juga perlu melakukan pengawasan dan audit teknologi terhadap industri pertahanan yang menerima PMN untuk mengetahui sejauh mana kesiapan teknologi yang telah dikuasai, begitu pula kapasitas sumberdaya manusia agar PMN tambahan mempunyai outcome lebih baik.
Rudal anti kapal UGM-84 Harpoon (photo : US Navy)Kritik terhadap kerjasama teknologi kapal selam dengan DSME bukan semata terbatas pada kinerja kapal selam buatan Korsel yang tidak sesuai dengan harapan, tetapi menyangkut pula kesiapan industri pertahanan Indonesia. Industri pertahanan tidak sepenuhnya siap dalam mendukung penguasaan teknologi kapal selam, baik dari sisi industrial maupun sumberdaya manusia. Apakah industri pertahanan BUMN, termasuk galangan kapal, masih menjadi tempat pilihan favorit para insinyur muda dari perguruan tinggi ternama di Indonesia? Perlu dikaji apakah pemerintah perlu berinvestasi dalam menyiapkan sumberdaya manusia industri pertahanan lewat pemberian program beasiswa khusus yang bersifat mengikat.
Rudal anti kapal Brahmos sub-launched (photo : DRDO)Aspirasi untuk menguasai teknologi kapal selam harus senantiasa bersifat realistis, memperhatikan kondisi politik keamanan internasional dan kemampuan dan kesiapan industri perkapalan domestik. Pemerintah perlu meninjau ulang apakah betul penguasaan teknologi kapal selam dapat dilakukan dengan mengandalkan pada offset saja atau tidak. Pengalaman di masa silam dalam penguasaan teknologi kapal patroli FPB-57 menunjukkan bahwa Indonesia membeli lisensi agar dapat menguasai teknologi rekayasa kapal tipe tersebut. (Alman Helvas)