Menilik Belanja Pertahanan Via Pinjaman Luar Negeri Tahun Ini

28 Desember 2022

Pengadaan kapal fregat FREMM dan kapal selam seperti kelas Scorpene akan didanai dari penerbitan sisa PSP (photo : NavalNews)

Pada Minimum Essential Force (MEF) tahap ketiga yakni periode 2020-2024, pemerintah mengalokasikan Pinjaman Luar Negeri (PLN) senilai US$ 20,7 miliar untuk modernisasi kekuatan pertahanan yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertahanan. Alokasi tersebut meningkat hampir tiga kali lipat dari alokasi PLN pada MEF tahap kedua pada kerangka waktu 2015-2019 yang hanya sebesar US$ 7,7 miliar.

Dari tahun 2021 hingga sekarang, Menteri Keuangan telah lima kali menerbitkan Penetapan Sumber Pembiayaan (PSP) untuk memenuhi Daftar Rencana Prioritas Pinjaman Luar Negeri/Daftar Kegiatan Khusus (DRPPLN/DKK) untuk Kemenhan yang diusulkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. Dari lima kali penerbitan PSP selama dua tahun terakhir, terdapat beberapa catatan penting yang patut untuk dicermati.

Pertama, penerbitan PSP lebih dari satu kali dalam satu tahun anggaran. Merupakan fenomena menarik bahwa dalam periode MEF 2020-2024, Menteri Keuangan dalam dua tahun terakhir telah menerbitkan PSP lebih dari satu kali dalam tahun anggaran yang sama.

Pada tahun 2021, PSP terbit dua kali, yaitu pertama sebesar US$ 5,8 miliar dan kedua senilai US$ 1,8 miliar. Dengan terbitnya PSP 2021, khususnya PSP pertama, Kemenhan dapat mewujudkan kontrak akuisisi penting seperti jet tempur Rafale, pesawat angkut A400M, radar Ground Control Interceptor GM403 dan rudal pertahanan udara jarak sedang yang termasuk dalam rencana utama akuisisi senjata di era Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Penerbitan kedua PSP tersebut untuk merespons DRPPLN/DKK yang diajukan oleh Kementerian PPN/Bappenas senilai US$ 9,3 miliar. Penting pula untuk dicatat bahwa tahun anggaran 2021 merupakan tahun yang berat bagi pemerintah karena sebagian besar sumber daya harus difokuskan untuk pembiayaan terkait pandemi Covid-19.

Sementara pada sisi lain, sejak awal 2020, Menteri Pertahanan gencar melakukan lobi akuisisi senjata ke Eropa dan Amerika Serikat, di mana aktivitas tersebut terus berlangsung hingga kini. Tidak dapat dimungkiri, sejak 2020 muncul pesimisme di sejumlah kalangan terkait apakah Menteri Keuangan akan menerbitkan PSP dengan nilai yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan Kemenhan, mengingat kondisi fiskal pemerintah yang penuh tantangan.

Pada tahun anggaran 2022, Menteri Keuangan kembali menerbitkan PSP sebanyak tiga kali dan hal ini merupakan suatu rekor tersendiri. Kementerian PPN/Bappenas di tahun ini dua kali menerbitkan DRPPLN/DKK untuk Kemenhan, di mana pada pengajuan pertama mengusulkan PLN sebesar US$ 2 miliar.

Selanjutnya pada pengajuan kedua yang merupakan perubahan DRPPLN/DKK untuk Kemenhan, kementerian yang dipimpin oleh Suharso Monoarfa itu mengusulkan PLN senilai US$ 9,5 miliar. Penerbitan DRPPLN/DKK sebanyak dua kali nampaknya tidak lepas dari desakan Kemenhan untuk memuluskan sejumlah program pengadaan strategis seperti pengadaan lanjutan pesawat tempur Rafale, rencana membeli jet tempur Mirage 2000 bekas dari salah satu negara Teluk dan program satelit pertahanan.

PSP pertama pada tahun ini hanya bernilai US$ 805 juta yang mayoritas diperuntukkan bagi program refurbishment sejumlah kapal perang TNI Angkatan Laut yang akan dilaksanakan di dalam negeri. Penerbitan PSP kedua sejumlah US$ 4,4 miliar menjadi lebih menarik karena di dalamnya terdapat pembiayaan lanjutan untuk pesawat tempur Rafale.


Sedangkan pada penerbitan PSP ketiga sebesar US$ 1,5 miliar, program yang menonjol adalah akuisisi MALE UAV beserta amunisinya dari Turki untuk TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Udara, selain pembelian CN235 dan N219 untuk TNI Angkatan Darat. Tidak dapat dimungkiri, dalam tiga tahun terakhir Prancis dan Turki mendapatkan angin buritan dalam bisnis perdagangan pertahanan di Indonesia.

Kedua, penerbitan PSP untuk memenuhi DRPPLN/DKK tahun yang berbeda. Tidak semua kegiatan dalam DRPPLN/DKK 2021 yang diajukan oleh Kementerian PPN/Bappenas dapat dipenuhi oleh Menteri Keuangan lewat penerbitan PSP 2021.

Namun, sebagian kegiatan DRPPLN/DKK 2021 diakomodasi oleh Menteri Keuangan pada penerbitan dua PSP pertama pada tahun anggaran 2022. Total terdapat US$ 340,4 juta pada dua PSP 2022 yang berasal dari DRPPLN/DKK 2021, seperti kegiatan upgrade pesawat tempur Su-27 dan Su-30, aktivitas overhaul Su-27 dan Su-30 dan pengadaan submarine rescue vehicle system.

Nampaknya karena pertimbangan skala prioritas, belum semua DRPPLN/DKK 2021 dan DRPPLN/DKK 2022 dapat diakomodasi lewat penerbitan lima kali PSP dalam dua tahun terakhir. Seperti rencana pengadaan beberapa jenis rudal bagi kepentingan TNI Angkatan Laut, di mana rudal itu dibutuhkan untuk mengisi kapal kombatan.

Seperti pernah ditulis sebelumnya, PSP 2021 dan 2022 lebih memberikan fokus pada akuisisi sistem senjata TNI Angkatan Udara, sementara pengadaan kapal fregat dan kapal selam yang termasuk dalam rencana utama Menteri Pertahanan belum menjadi prioritas.

Apakah rencana pembelian kapal fregat dan kapal selam akan masuk dalam DRPPLN/DKK 2023? Menurut data, selama dua tahun terakhir penerbitan PSP telah menyerap US$ 14,5 miliar dari alokasi US$ 20,7 miliar yang disediakan hingga tahun anggaran 2024.

Sisa alokasi PSP yang tersedia hingga 2024 adalah US$ 6,2 miliar, di mana pengadaan kapal fregat FREMM dan kapal selam seperti kelas Scorpene akan bersumber dari sana. Sangat mungkin pula PSP 2023, apabila diterbitkan oleh Menteri Keuangan, akan mengakomodasi pula usulan DRPPLN/DKK 2022 yang belum terpenuhi.

Dalam perkembangan terakhir, Menteri Pertahanan telah mengusulkan kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas mengenai usulan tambahan anggaran PLN sebesar US$ 5 miliar. Apabila hal demikian disetujui oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan, maka total alokasi PLN 2024-2024 akan menjadi US$ 25,7 miliar. Pertanyaannya adalah apakah masih tersedia ruang fiskal untuk penambahan PLN bagi Kemenhan? (Alman Helvas)

Subscribe to receive free email updates: