Pengadaan Satelit Militer Dinilai Masalah

30 Oktober 2017


Satelit militer Airbus (image : Airbus DS)

JAKARTA, KOMPAS — Pengadaan satelit yang disebutkan khusus untuk keperluan militer dan akan beroperasi pada 2019 tak jelas nasibnya. Hal ini karena adanya masalah pada manajemen keuangan di Kementerian Pertahanan. 

Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid, Minggu (22/10), membenarkan masalah pengadaan satelit militer itu. Ia mengakui, dalam rapat dengan Kemhan pekan lalu, masalah tersebut sudah disinggung secara sekilas. Pada rapat itu disebutkan bahwa ada kendala dalam pengadaan satelit militer. ”Tetapi belum ada rapat resmi untuk menjelaskan apakah satelit itu dibatalkan atau ditunda beserta apa alasannya,” kata Meutya. 

Ia mengatakan, secara umum, Komisi I menilai Kemhan kurang terencana dalam pengajuan anggaran. Ke depan, diharapan ada komunikasi yang lebih baik antara Kementerian Pertahanan dan Kementerian Keuangan. Masukan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, Kemhan terkesan mengajukan rencana pembelian satelit militer itu secara mendadak. Padahal, belum ada penjelasan atau kelengkapan yang harusnya disiapkan jika melakukan proses pengadaan barang dan jasa. 

”Akibatnya, kemampuan keuangan negara tak bisa merespons kebutuhan yang diajukan mendadak itu,” kata anggota Fraksi Golkar tersebut. 

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Totok Sugiharto saat dikonfirmasi mengatakan, pengadaan satelit militer masih dalam pembahasan di Kemhan. Ia menolak kalau pengadaan satelit komunikasi militer itu dinyatakan gagal. 

Untuk melengkapi alat utama sistem persenjataan (alutsista), TNI membutuhkan di antaranya teknologi satelit, yang bisa bentuk satu satelit utuh atau slot pada satelit komersial. Slot militer digunakan TNI untuk pengumpulan data intelijen, pengintaian, navigasi, dan komunikasi. Hal ini mengingat kebutuhan interoperabilitas antara TNI Angkatan Laut, Angkatan Darat, dan Angkatan Udara yang membutuhkan data link dalam komando dan pengendalian. ”Buat TNI, satelit militer itu sangat penting,” kata Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Wuryanto. 

Sebelumnya, Komisi I menyetujui anggaran yang diajukan untuk membeli satelit komunikasi militer dari Airbus Defence and Space. Menurut rencana, pengadaan dilakukan dalam waktu lima tahun dengan biaya Rp 11 triliun. Dalam APBN 2016-2017, telah dianggarkan sekitar Rp 1,3 triliun untuk uang muka pembelian satelit tersebut. Namun, menurut informasi yang diterima Kompas, Airbus Defence and Space menyatakan, kontrak dibatalkan karena Indonesia tak kunjung bayar uang muka. 

Salah satu yang perlu dicatat adanya aturan dari International Telecommunication Union, slot orbit 123BT harus diisi paling lambat Januari 2018. Kalau tak dilakukan, RI kehilangan slot di atas Pulau Sulawesi.

(Kompas)

Subscribe to receive free email updates: