11 Agustus 2020
Pesawat N-219 Nurtanio ketika melakukan uji terbang di Pangandaran, Jawa Barat (photo : PT DI)Ada beberapa materi uji dinamis yang cukup critical pada proses sertifikasi pesawat angkut ringan N-219 Nurtanio rancangan LAPAN, materi tersebut adalah Uji One Engine Out, Uji Flutter serta Uji Stall.
PT DI telah membuat 4 pesawat N-219 untuk dipergunakan pada pengujian, 2 dibuat untuk uji darat dan 2 dibuat untuk uji terbang. 2 pesawat yang digunakan untuk uji terbang diberi kode PD1 (warna putih) dan PD2 (warna kuning kehijauan).
Rangkaian uji dinamis pesawat N-219 disampaikan oleh Ir Agus Aribowo, MEng Kepala Bidang Program dan Fasilitas, Pusat Teknologi Penerbangan LAPAN dalam program Tanya LAPAN edisi Pesawat N219 Amfibi yang diposting di channel Youtube pada 4 Maret 2020 yang baru lalu.
Uji One Engine Out
Pesawat PD1 menjalani uji One Engine Out saat terbang, terlihat mesin kanan pesawat dalam kondisi mati (photo : LAPAN)Pengujian dengan salah satu mesin mati telah dilakukan pada tanggal 18 Desember 2019 lalu di bandara Kalijati, Jawa Barat. Pengujian One Engine Out dilakukan dengan dua cara yaitu mematikan satu mesin ketika pesawat sedang take off dan mematikan satu mesin ketika pesawat sedang terbang.
Uji terbang dengan satu mesin menggambarkan keadaan darurat yang dialami pesawat ketika salah satu mesinnya mati. N-219 telah sukses dalam uji ini sebagaimana pernah dimuat dalam blog ini tanggal 24 Desember lalu.
Uji Flutter
Pesawat PD1 menjalani uji Flutter, lihat marking pada sayapnya untuk pengamatan (photo : LAPAN)Fenomena flutter akan terjadi apabila ada gaya dan momen aerodinamika yang berinteraksi berlebihan di permukaan sayap pesawat. Sayap akan bergetar dan berosilasi, jika bertambah besar maka akan menuju pada keadaan tidak stabil. Efek dari osilasi hingga flutter ini dapat lebih mudah terlihat pada model separuh sayap, oleh karena itulah digunakan model separuh sayap dari pesawat N219 yang diuji pada terowongan angin kecepatan rendah BBTA3 di Serpong.
Hasil uji flutter pada model separuh sayap telah diterbitkan pada Jurnal Perhubungan Udara Warta Ardhia pada tahun 2016, dimana kecepatan flutter terjadi pada 40,5 m/s pada hasil analisis komputasional dan hasil pengujian di terowongan angin sebesar 40,83 m/s.
Peralatan uji flutter pada wing-tip pesawat N-219 Nurtanio (photo : Bambang Haryanta)
Saat pengujian pesawat dikondisikan agar mengalami flutter pada saat kecepatan maksimal. Uji ini telah beberapa kali dilakukan, termasuk yang dilaporkan oleh Airspace Review pada akhir tahun 2019 lalu. Pada uji flutter ini di wingtip pesawat N-219 dipasang alat khusus untuk bisa menimbukan flutter, melalui alat ini frekuensi flutter dapat diatur dari 1 hz hingga 45 hz dan periode flutter bisa diatur waktunya.
Mulai 31 Juli 2020 selama seminggu di kawasan sekitar bandara Nusawiru, Pangandaran, kembali pesawat N-219 menjalani uji flutter, kali ini pesawat ditemani 2 pesawat Grob no 25 dan 27 yang bertindak sebagai pesawat chaser. Kegiatan ini selesai pada tanggal 06 Agustus 2020 yang baru lalu dan pesawat berhasil melewati uji flutter ini.
Uji Stall
Uji stall saat penerbangan ke-100 pesawat PD1 (photo : LAPAN)Stall merupakan keadaan ketika pesawat kehilangan daya angkat. Stall terjadi ketika pesawat bergerak dengan bagian hidung yang mengarah ke atas (nose up) dengan sudut lebih dari 15 derajat yang dipengaruhi juga oleh kecepatan angin dan arah terbang pesawat. Pada sudut kemiringan ini, gaya tekan ke bawah pesawat berubah menjadi lebih besar dari pada gaya angkatnya. Lama-kelamaan pesawat ini akan kehilangan daya angkat dan pesawat menjadi terancam.
Uji terbang oleh Kementerian Perhubungan
Apabila semua proses uji darat dan uji terbang telah dilaksanakan, tahap akhir pengujian adalah uji terbang yang dilakukan oleh pilot yang berasal dari Kementerian Perhubungan untuk membuktikan bahwa pesawat N-219 aman.
Pesawat N-219 selesai menjalani uji flutter di Pangandaran (photo : Bambang Haryanta)Pembuatan Laboratorium DO-160
Pada saat ini kandungan komponen lokal pada pesawat N-219 mencapai 40%, dan Pemerintah menargetkan nilai komponen lokal pada pesawat ini dapat mencapai 60%. Dalam rangka itulah maka LAPAN sekarang sedang membangun laboratorium baru yang bernama DO-160, laboratorium ini diperuntukkan bagi pengujian semua komponen pesawat sipil yang akan dipasang pada pesawat.
Dengan laboratorium ini maka industri lokal dapat mengadakan uji berkali-kali bila melakukan litbang dengan biaya yang murah. Industri komponen lokal seperti karpet, kursi pesawat, peralatan navigasi dan industri pendukung lainnya dapat menjadi penyuplai pesawat N-219 Nurtanio. Diharapkan dalam 5 tahun kandungan lokal 60% ini dapat tercapai.
Dari gambaran tersebut diatas maka proses sertifikasi pesawat N-219 berjalan on-track dan target kandungan komponen lokal 60% sudah menampakkan progresnya. Semoga pesawat N-219 sukses dalam produksi dan penjualan.
(Defense Studies)