Sukhoi Su-35 (photo : herbiproductions)
Jakarta, CNBC Indonesia - Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva mengonfirmasi kunjungan Menteri Pertahanan RI Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto ke Moskow, Rusia, beberapa waktu lalu, bertujuan membicarakan pembelian 11 unit Sukhoi Su-35. Demikian disampaikan Lyudmila dalam media briefing yang berlangsung secara virtual, Rabu (8/7/2020).
"Saya sudah menyebutkan bahwa Jenderal Prabowo pergi ke Rusia. Saya tahu dia mendiskusikan rencana [pembelian Sukhoi] ini. Jadi saya harap kontraknya akan segera diimplementasikan," ujarnya.
Ia pun membantah apabila Indonesia akan membatalkan pembelian Sukhoi lantaran ada tekanan AS. Mengacu kepada kontrak yang ditandatangani beberapa tahun lalu, Indonesia akan membeli 11 unit Sukhoi Su-35 senilai US$ 1,14 miliar.
"Tidak. Rencana ini tidak dibatalkan. Kontraknya kita tahu sejauh ini sudah ditandatangani dan diharapkan bisa segera diimplementasikan," ujar Lyudmila.
Lebih lanjut, dia mengatakan, ancaman sanksi dari AS sejatinya bukan sesuatu yang baru. Sebab, Negeri Paman Sam selalu mengancam menerapkan sanksi kepada setiap negara yang membeli alutsista buatan Rusia.
"Tapi sebenarnya [sanksi itu] tidak mencegah teman-teman kami untuk membeli peralatan pertahanan dari Rusia, yang mana harganya bersahabat dan kualitasnya bagus. Jadi diharapkan kontrak ini, dan tidak hanya yang satu ini, karena di sini ada banyak rencana, ada rencana lain juga untuk diselesaikan. Jadi rencana ini belum dibatalkan," kata Lyudmila.
Pada Selasa (23/6/2020), Prabowo melakukan kunjungan kerja ke Moskow, Rusia. Kunjungan ini merupakan yang pertama selepas pandemi Covid-19 mulai menghantam dunia beberapa waktu lalu.
Sebagaimana dikutip dari akun Twitter resmi Kementerian Pertahanan RI @Kemhan_RI, Prabowo menemui Wakil Menteri Pertahanan Rusia Colonel General Alexander Fomin di kantor Kemhan Rusia, Moskow pada Selasa (23/6/2020) waktu setempat.
"Dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak membicarakan hubungan bilateral dan kerja sama di berbagai bidang, termasuk pendidikan, latihan bersama, serta kerja sama industri pertahanan," tulis @Kemhan_RI seperti dikutip CNBC Indonesia.
Lebih lanjut, @Kemhan_RI menulis Prabowo berada di Rusia dalam rangka memenuhi undangan Menhan Rusia Sergey Kuzhugetovich Shoygu untuk menghadiri Parade Ulang Tahun ke-75 Kemenangan Rusia terhadap Jerman pada Perang Dunia II tahun 1941-1945.
Duta Besar RI untuk Rusia Wahid Supriyadi membenarkan hal tersebut. Namun ia mengatakan pertemuan Prabowo dan wamenhan Rusia tidak spesifik membahas kelanjutan pembelian 11 unit Sukhoi Su-35 senilai US$ 1,14 miliar.
"Umum saja kok," kata Wahid via pesan singkat kepada CNBC Indonesia, Rabu (24/6/2020). Ia menambahkan jika Prabowo dan wamenhan Rusia berkomitmen meningkatkan kerja sama antar kedua negara di bidang militer.
"Keduanya berkomitmen untuk terus mempererat hubungan bidang pertahanan dan kerja sama teknik militer," ujar Wahid.
Pada akhir Januari 2020 sebelum munculnya pandemi Covid-19 yang menghantam seluruh bagian dunia, Prabowo sempat melakukan kunjungan kerja ke Rusia. Dalam kunjungan itu, Prabowo menemui Shoygu di kantor Kemenhan Rusia.
Dalam kunjungan kerja tersebut, tersiar kabar perihal rencana pembelian 11 unit Sukhoi Su-35 senilai US$ 1,14 miliar mencuat. Namun rupanya kabar ini belum dibicarakan lebih lanjut pada pertemuan Juni ini.
Kemudian pada Mei lalu, tersiar kabar dari laman stasiun televisi milik Kementerian Pertahanan Rusia, Zvezda, Rosoboronexport (perwakilan negara untuk ekspor/impor produk dan teknologi pertahanan Rusia) merilis informasi terkait Sukhoi Su-35.
Perusahaan tersebut meyakinkan mampu memenuhi kebutuhan Indonesia akan pesawat tempur multiguna tersebut. Tidak hanya itu, Rosoboronexport menjanjikan siap memenuhi apapun permintaan Indonesia terkait Sukhoi Su-35.
Dalam pemberitaan itu, Rosoboronexport turut menyinggung Amerika Serikat. Menurut mereka, upaya AS menekan negara-negara lain, termasuk Indonesia, untuk membatalkan akuisisi Sukhoi Su-35 tidak dapat diterima dan merupakan "manifestasi dari kompetisi yang tidak adil".
(CNBC)