Kisah KRI Irian 201, Gladiator Laut Terbesar se-Asia

20 Oktober 2020

RI Irian 201 (photo : webgisintelligence)

Alkisah Kedigdayaan TNI AL yang Dijuluki "Gladiator" Laut Terbesar se-Asia

JALESVEVA JAYAMAHE. Di laut, kita jaya! itulah slogan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) yang hari ini, Kamis (10/9/2020) berusia tepat 75 tahun. Di HUT TNI AL ke-75, Okezone pun mengulas kembali kedigdayaan TNI AL yang menggentarkan pada masa kejayaannya.

Pada tahun 1960an, Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) memiliki berbagai alat utama sistem persenjataan (alutsista) canggih yang menjadikan Indonesia disegani negara-negara tetangga. Dengan kekuatan kapal perusak berat KRI Irian, sejumlah fregat, kapal selam, serta tank amfibi PT-76, membuat ALRI disebut sebagai “gladiator” laut terbesar se-Asia.

KRI Irian merupakan kapal perang terbesar yang pernah dimiliki Indonesia dari kelas light cruiser alias penjelajah ringan yang dibeli dari Uni Soviet pada 1962.

Pembelian KRI Irian tak lepas dari peralihan perhatian Indonesia ke blok timur, setelah Amerika Serikat kala itu tidak ingin mesin perangnya dijual ke negara yang bukan sekutunya. Namun hingga kini belum ada data jelas berapa nominal yang digelontorkan Bung Karno untuk membeli kapal perang terbesar di Asia pada masa itu.

Kapal kelas Sverdlov cruiser tampak depan (photo : globalsecurity)

Riwayat kapal ini sebenarnya usianya tak “muda-muda amat” saat dibeli Indonesia. Kapal penjelajah ringan kelas sverdlov ini sudah dilahirkan di Admiralty Yard, Leningrad sejak 19 Oktober 1949 dengan nama “Ordzhonikidze 310”.

Nama itu diambil dari Menteri Industri Berat era Joseph Stalin, Grigory Ordzhonikidze. Kapal ini baru dioperasikan Angkatan Laut Soviet pada 30 Juni 1952 dan ditempatkan di Armada Laut Baltik.

Bobotnya mencapai 13.600 ton dengan panjang 210 meter dan lebar 22 meter. Dilengkapi baja pelindung setebal 100 milimeter (mm) di lambung kapal, 150 mm di menara pengawas, 50 mm di dek serta 75 mm di kubah-kubah meriamnya.

Kapal nan gagah itu juga dipersenjatai 12 meriam kaliber 152 mm, 12 meriam kaliber 100 mm, 32 meriam antipesawat kaliber 37 mm, serta 10 tabung torpedo 553 mm untuk menghalau kapal selam musuh.

RI Irian 201 (photo : Leo Kusuma)

KRI Irian juga dilengkapi 17 radar berbagai jenis serta dua Watch Dog electronic jamming. Maka, gemparlah negara-negara Asia ketika Indonesia punya satu dari sekian kapal sangar buatan Soviet yang punya kecepatan maksimal 32,5 knot ini.

Saat akan dibeli Indonesia, Soviet menawarkan untuk memodifikasinya agar lebih cocok berlayar di iklim tropis. Sayangnya, usul itu ditolak karena anggaran proyek modifikasinya terlampau besar dan pada akhirnya, modifikasi hanya dilakukan pada bagian instalasi genset diesel yang menggerakkan ventilator tambahan.

KRI Irian sempat lebih dulu diujicobakan dengan mengikutsertakan sejumlah personel ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia, kini TNI AL) sebagai calon awak, pada 5 April 1962. Setelah dinyatakan selesai uji coba, baru kapal ini diantar dan tiba di Pangkalan ALRI Surabaya, 5 Agustus 1962.

KRI Irian sempat ditugaskan untuk merebut Irian Barat (kini Papua) dalam Operasi Tri Komando Rakyat (Trikora). Bahkan kehadirannya sempat bikin ‘jiper’ kapal induk Bekanda, HNLMS Karel Doorman R81.

RI Irian 201 dilengkapi dengan 4x3 meriam 152mm dan 6x2 meriam 100mm (photo : kaskus militer)

Namun belum lama bertugas, KRI Irian sudah mengalami beberapa kerusakan. Bahkan sampai pada 1964, KRI Irian sudah kehilangan efisiensi operasionalnya.

Alhasil perbaikan ke Soviet harus dilakoni dan pada Maret 1946, KRI Irian diperbaiki di Pabrik Dalzavod, Vladivostok. Baru pada Agustus di tahun yang sama, KRI Irian kembali berlayar ke Surabaya dengan dikawal sebuah destroyer atau kapal perusak Soviet.

Namun di sisi lain keadaan di dalam negeri tengah bergolak akibat Gerakan 30 September 1965/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI). Sementara nasib KRI Irian kian merana dan terdapat beberapa versi tentang ajal kapal nan sangar ini.

RI Irian 201 juga dilengkapi dengan helikopter (photo : kaskus militer)

Sejumlah sumber menyebut, KRI Irian diperintahkan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) kala itu, Laksamana Sudomo untuk dibawa ke Taiwan dan dihancurkan. Namun ada pula yang mengatakan kapal ini dipreteli di Jepang setelah dijual.

Versi lainnya yang tak kalah jadi perbincangan adalah kapal ini diambil alih Soviet setelah dicegat. Soviet disebutkan tak ingin beberapa rahasia di kapal perang itu jatuh ke pihak-pihak barat.

Subscribe to receive free email updates: