Periskop kapal selam TNI AL (all photos : Hiu Kencana)
Indonesia mempertimbangkan kembali kontrak pengadaan 3 kapal selam DSME 1400 dengan Korea Selatan, kontrak senilai 900 juta USD ini merupakan kelanjutan dari pengadaan 3 kapal selam sebelumnya pada tahun 2011 dengan Korea Selatan yang diikuti dengan kesepakatan Transfer of Technolgy.
Tentunya timbul pertanyaan, jikalau kontrak ini nantinya dibatalkan apakah ini terkait dengan teknologi ataukah anggaran? Pemerintah pada satu sisi memang membutuhkan anggaran untuk menangani wabah virus Corona Covid-19 dan semua Kementerian mengalami pemotongan anggaran ini.
Pada sisi yang lain, jikalau menyangkut kekurangan dari sisi teknologi tentunya informasinya tidak akan diumbar ke media massa karena informasi tentang kemampuan pertahanan adalah merupakan rahasia negara.
Untuk menghadapi ancaman kekuatan asing di laut yang mungkin timbul di kemudian hari, dari sisi resiko maka peluang terjadinya invasi militer besar-besaran atau perang terbuka, memang sangat kecil kemungkinannya, akan tetapi low intensity conflict di perairan perbatasan dengan negara tetangga, berpeluang besar terjadi setiap saat.
Torpedo AEG SUT sedang dimuat ke dalam KRI Cakra 401 (photo : Hiu Kencana)
Dengan kondisi perairan Indonesia yang bervariatif dengan kedalaman laut yang bervariasi dari perairan dangkal hingga perairan yang dalam maka kapal selam yang dianggap cocok untuk beroperasi di perairan Indonesia adalah kapal selam dengan operational requirement sebagai berikut :
- mampu beroperasi di laut dalam maupun laut dangkal (kawasan littoral),
- memiliki endurance dan daya jelajah yang cukup jauh dan lama,
- memiliki teknologi propulsi yang senyap,
- memiliki persenjataan yang banyak dan bervariatif,
- terhindar dari kemungkinan sanksi embargo dari negara produsen terhadap alutsista maupun peralatan atau persenjataan pendukungnya.
Berdasarkan analisa geopolitik, di kawasan terjadi peningkatan kekuatan kapal selam dari negara-negara tetangga yang sudah mengadopsi teknologi maju yaitu :
-Australia dengan Shortfin Barracuda class (Prancis),
-Singapura dengan Type 218 (Jerman),
-Malaysia dengan Scorpene 2000 (Prancis)
-Vietnam dengan Project 636 Varshavyanka/Improved Kilo (Rusia)
-Thailand dengan S26T (China)
-Myanmar dengan Project 877 Kilo (Rusia) dan mungkin ditambah dengan Project 636 Varshavyanka (Rusia)
-Filipina belum menentukan pilihan, namun telah mengadakan MoU untuk Scorpene 2000 (Prancis).
Media asing menganggap bahwa Indonesia akan beralih kepada kapal selam dengan teknologi yang lebih maju, The Diplomat melakukan analisis bahwa Indonesia akan beralih kepada kapal selam Reis Class dari Turki (Type 214 AIP), sedangkan media Vietnam BaoDatViet memperkirakan Indonesia akan beralih kepada kapal selam Project 636 Varshavyanka (Rusia).
Jalan masih panjang, implikasi legal dan keuangan masih dikaji untuk menentukan kontrak kapal selam DSME 1400 ini akan berlanjut atau tidak, tentunya semua didasarkan pada Operational Requirement yang dikehendaki TNI AL. Kita tunggu saja hasilnya.
(Defense Studies)