NC212i Thailand (photo : PT DI)
PT Dirgantara Indonesia Ekspor 3 Pesawat Senilai Total US$60 Juta
Bisnis.com, BANDUNG - PT Dirgantara Indonesia (Persero) berhasil mengekspor tiga pesawat pada tahun ini senilai US$60 juta.
Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (Persero) Elfien Goentoro menuturkan perusahaan telah mengirim dua unit pesawat per 30 Oktober 2019.
Ekspor tersebut terdiri dari dua unit NC 212 I, di mana satu unit sudah dikirimkan pertengahan bulan Oktober dan satu unit lagi menyusul bulan depan. Pesanan tersebut milik Kementerian Pertanian Thailand.
Sementara itu, satu unit lagi adalah CN 235-220 military transport, pesanan Angkatan Darat Nepal yang sudah dikirimkan pada Kamis (30/10/2019).
"Total nilai ekspor kurang lebih hampir US$60 juta untuk tiga pesawat itu," ujar Elfien di sela-sela ferry flight CN 235-220 military transport ke Nepal.
Ke depannya, PT DI sudah mengantongi komitmen pengiriman satu pesawat CN 235 ke Sinegal pada 2020 dan komitmen pengadaan enam unit pesawat dari pemerintah Filipina.
Untuk pesanan Filipina, Elfien mengaku pihaknya masih menunggu kepastian persetujuan pembelian dari parlemen negara tersebut.
Elfien menuturkan pesanan pesawat banyak berdatangan, tetapi umumnya negara atau pihak pemesan membutuhkan fasilitas pendanaan.
Oleh karena itu, PT DI memerlukan adanya dukungan perbankan atau lembaga keuangan untuk memberikan fasilitas buyers' kredit bagi pihak pembeli.
"Argentina, negara-negara Asia Pasifik memang membutuhkan pendanaan itu, tapi memang belum ada," ujarnya.
Dengan fasilitas buyers' credit yang diberikan kepada pengimpor, Elfien yakin produksi perusahaan dapat meningkat.
CN235 Senegal (photo : Detik)
Buyers' credit atau kredit pembeli adalah fasilitas kredit jangka pendek yang biasa diberikan bagi pengimpor dari bank atau lembaga keuangan.
Ke depannya, perusahaan tengah berencana menyiapkan fasilitas khusus bagi perakitan pesawat baru N219 yang tengah disertifikasi untuk tahapan produksinya.
Rencananya, PT DI akan memanfaatkan fasilitas yang ada. "Hanggar yang lama bisa kami gunakan untuk fasilitas assembly dan sub assembly," ujar Elfien. (Bisnis)
Dukung Ekspor ke Afrika, LPEI Siapkan Buyer's Credit
Bandung, CNBC Indonesia- Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) membuka peluang pembiayaan melalui buyer's credit untuk pesawat terbang. Opsi ini dilakukan untuk meningkatkan ekspor industri strategis, terutama yang memiliki kekhususan, risiko dan tujuannya adalah pasar non tradisional.
LPEI berencana masuk pada buyer's credit yang bersifat jangka panjang, khusus untuk pasar Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah, selain itu bisa diperluas ke Argentina dan Colombia. Dengan skema pembiayaan ini diharapkan ekspor bisa meningkat pesat.
"Kami secara lembaga belum pernah melakukan buyer's credit. Kami akan mulai di luar pesawat misalnya untuk proyek infrastruktur di Afrika. Kita masuk ke Afrika dengan buyer's credit infrastruktur US$ 500 juta, dan kami lagi due dilligence mudah-mudahan bisa berhasil," kata Senior Executive Vice President I LPEI Yadi J. Ruchandi, Rabu (30/10/2019).
Selain pesawat militer tipe CN235, dia menilai bisa dikembangkan lebih jauh seperti N219, terutama terkait sertifikasi.
NC212i Filipina (photo : Tomato)
Tahun depan, PT Dirgantara Indonesia juga akan mengekspor pesawat militer ke Senegal. Yadi mengatakan, pihaknya tengah bernegosiasi dengen Senegal untuk mengambil alih existing buyer's credit, agar bisa menambah pesanannya.
Selain Senegal, PTDI juga berencana ekspor pesawat ke Filipina yang rencananya akan menggunakan skema buyer's credit dan tengah dalam proses negosiasi.
"Minatnya cukup besar khususnya untuk host countries yang memerlukan. Jadi bisa lebih, jadi yang tadinya cuma beli satu jadi 3-5," kata Yadi.
Saat ini pembiayaan yang diberikan LPEI untuk PTDI adalah melalui National Interest Account (NIA) senilai Rp 400 miliar, dengan nilai ekspor US$ 30,5 juta.
Direktur Utama PTDI Elfien Goentoro mengatakan pembiayaan dengan skema buyer's credit sangat penting untuk meningkatkan ekspor pesawat. Elfien menyebutkan jelang akhir tahun saja ekspor pesawat mencapai US$ 60 juta untuk tiga pesawat.
Untuk meningkatkan jumlahnya, diperlukan buyer's credit yang bisa meningkatkan minat negara lain untuk beli pesawat dari Indonesia. Jika tidak ada buyer's credit maka ada risiko gagal ekspor karena tidak cukup hanya didukung dari modal kerja.
"Jadi kami sudah ada yang sepakat tapi belum ada pendanaan jadi belum bisa sign kontrak. Ada beberapa negara yg mengharapkan ada pendanaan dar kita. Termasuk Argentina yang proposalnya mengharapkan pendanaan dari kita. Untuk itu kami harap LPEI bisa support buyers credit," jelasnya.
(CNBC)