Proyek kapal perang permukaan sudah diproduksi sebanyak 2 kapal PKR secara joint production Indonesia-Belanda, praktis tidak ada masalah lagi untuk diproduksi lagi (photo : BUMN)
3 Proyek Strategis Ini Bikin Indonesia Kembali Mengaum Sebagai Macan Asia
BANGKAPOS.COM -- Tahun 1998 ialah masa yang dinilai paling kelam semenjak negara ini berdiri.
Bagaimana tidak, selain menghadapi kekisruhan dalam negeri, Indonesia juga harus berurusan dengan negara-negara lain perihal konflik Timor Timur.
Berbagai masalah yang mendera ini menyebabkan perekonomian Indonesia kolaps yang memangkas pendanaan berbagai sektor termasuk budget pertahanan gara-gara krisis moneter (Krismon) 1998.
Bagaimana tidak miris, boleh dibilang gara-gara krismon membuat kesiapsiagaan alat utama sistem senjata (Alutsista)TNI berada di titik terendah.
Apalagi ditambah dengan embargo suku cadang alutsista dari Amerika Serikat dan negara lainnya yang membuat keadaan semakin runyam.
Plus, karena lemahnya pertahanan negara saat itu terjadi berbagai macam pelanggaran teritori yang dilakukan oleh tetangga utara dan selatan Indonesia.
Namun seperti kata pepatah 'Badai pasti akan berlalu' perlahan-lahan Indonesia mulai bangkit sedikit demi sedikit dari petaka krismon 1998.
Keadaan ekonomi yang semakin baik membuat negeri ini mulai mendapatkan suntikan dana untuk segala sektor baik pendidikan, kesehatan, pertahanan dan lain sebagainya.
Bahkan diperkirakan ekonomi Indonesia akan masuk 7 besar dunia negara dengan perekonomian terkuat pada tahun 2030.
Imbas dari baiknya perekonomian itu membuat pemerintah berbenah akan pertahanan.
Melalui program Minimum Essential Force (MEF) secara periodik mampu menambah kekuatan pertahanan negara ini.
Setidaknya ada 3 proyek pertahanan strategis yang dijalankan oleh Indonesia bekerjasama dengan negara lain.
Jika tak ada halangan berarti, maka 3 proyek strategis ini bisa membuat Indonesia kembali mengaum sebagai Macan Asia, berikut ketiga proyek itu.
Prototipe tank medium Pindad-FNSS (photo : Kaskus Militer)
1. Medium Tank
Di lini angkatan darat, Indonesia melalui PT.Pindad sedang mengerjakan pembuatan tank medium.
Proyek ini tidak sembarangan lantaran Indonesia mengandeng perusahaan pertahanan kenamaan Turki, FNSS.
Prototipe tank medium ini bahkan sudah jadi dan ikut dalam parade HUT TNI ke-72 untuk dipamerkan kepada khalayak umum.
Mempunyai meriam kaliber 105 mm yang dinilai cukup ampuh digunakan untuk melalap musuh.
Di Indonesia tank ini dikenal dengan nama Harimau Hitam sedangkan di Turki disebut Kaplan MT.
Rencananya tahun 2019 Harimau Hitam masuk lini produksi.
Perlu diingat proyek medium tank ini adalah kerjasama dengan Turki bertemakan 'Transfer of Technology' (TOT) dan kedepannya Indonesia mampu memproduksi sendiri tank ini.
Kapal selam KRI Ardadedali 404 (photo : Satsel Hiu Kencana)
2. Kapal Selam
Untuk angkatan laut Indonesia melalui PT.PAL memiliki proyek pembuatan tiga kapal selam dengan Korea Selatan yang diwakili oleh DSME.
Proyek ini memakan dana hingga triliunan rupiah namun uang sebanyak itu tak akan berarti jika dibandingkan dengan kemandirian alutsista untuk kedaulatan negara.
Lagi-lagi, Indonesia melakukan kerjasama dengan Korea Selatan dengan mekanisme TOT dalam pembuatan kapal selam jenis Improved Chang Bogo Class.
Dua kapal selam sudah jadi dibuat, yakni KRI Nagapasa 403 dan KRI Ardadedali 404.
Sedangkan kapal ketiga yakni KRI Nagabanda 405 sedang dalam tahap pengerjaan di PT.PAL.
Kita patut berbangga karena dengan adanya proyek ini menjadikan Indonesia satu-satunya negara di Asia Tenggara yang memiliki galangan dan dapat memproduksi kapal selam sendiri ke depannya.
Juga PT.PAL ada kerjasama dengan DSNS Belanda untuk pembuatan kapal Perusak Kawal Rudal, KRI Raden Eddy Martadinata dan KRI Gusti Ngurah Rai.
Pesawat tempur KF-X/IF-X serie C-107 telah dilengkapi dengan IRST (photo : kookbang)
3. Jet Tempur Indonesian Fighter Experimental (KFX/IFX)
Untuk lini angkatan udara, Indonesia melalui PT.DI kembali bekerjasama dengan Korea Selatan yang diwakili oleh KAI dalam pembuatan pesawat tempur secara mandiri.
Proyek ini dimulai pada tahun 2015 yang lalu.
Rincian kerjasama mencakup TOT ini ialah 20 persen pendanaan (sekitar Rp 21 triliun) ditanggung Indonesia dan 80 persennya dari pihak Korea Selatan.
Untuk pengerjaan proyek KFX/IFX ini memerlukan waktu lebih dari 15 tahun dan banyak halangan dalam keberlangsungan pembuatan jet tempur semi-stealth ini.
Walaupun begitu KFX/IFX diupayakan tetap berjalan karena akan bernilai sangat strategis sekali jika proyek ini berhasil, yakni kemandirian Indonesia dalam pembuatan pesawat tempur sendiri.
(TribunNews)